Saturday, February 28, 2015

Kebenaran, Observasi, Akal, Data, Filsafat

Terlepas dari ruang lingkup ilmu eksakta ataupun ilmu sosial, dalam usahanya mencari kebenaran, manusia menggunakan perangkat panca indera dan akalnya. Panca indera digunakan untuk melakukan observasi, sedang akal digunakan untuk mengelola data2 yang didapat dari observasi.

Karena observasi ini tergantung kepada kemampuan panca indera manusia yang terbatas, manusia membuat teknologi untuk membantu proses observasi ini. Data2 yang didapat dari hasil observasi dianalisa oleh akal. Hasil analisa ini bisa menghasilkan suatu teori.

Suatu teori bisa saja dibuktikan kesalahannya oleh teori lainnya karena beberapa faktor, seperti kesalahan dalam pengumpulan data, teknologi yang dipakai tidak secanggih teknologi yang digunakan teori lainnya (data2nya tidak seakurat data2 yang dipakai teori yang lain), atau kesalahan dalam analisa/proses berpikir yang digunakan (fallacies in logical reasoning).

Dalam hal2 yang tidak bisa dijangkau observasi, meskipun dibantu oleh teknologi, dunia filsafat pun dimasuki. Filsafat lebih bersifat kepada terka2/spekulatif. Tidak bisa dibuktikan kesalahan atau kebenarannya, karena tidak adanya data hasil observasi.

Dalam ruang lingkup agama (Islam maupun agama2 lainnya), hal2 yang tidak bisa dicapai oleh observasi manusia (hal2 yang sudah masuk ke dalam masalah ghaib) bisa dijumpai informasinya dalam wahyu Ilahi.

Pertanyaan "apakah agama (Islam maupun agama2 lainnya) masih murni berasal dari Tuhan atau sudah mengandung campur tangan manusia di dalamnya" tentunya bisa dijawab dengan menganalisa data2 mengenai the authenticity of the scripture, evidences of its tampering, etc. Interpretasi /tafsiran terhadap suatu isi kitab suci bisa dilihat dari argument yang dipakai. Logical fallacies seperti inconsistency, partial, out-of-context, etc. bisa meruntuhkan argument yang dipakai oleh suatu penafsiran.

PS: Adalah suatu logical fallacy kalau untuk membuktikan authenticity suatu kitab suci, kita mengquote ayat dalam kitab suci itu sendiri. (Misalnya untuk membuktikan autentisitas Qur'an, kita quote ayat 15:9. Atau orang Kristen yang mengquote ayat Bible untuk membuktikan keautentikannya). Tentunya evidence of its authenticity harus didapat dari luar kitab suci itu sendiri (data about discrepancy found in old and current manuscripts, proofs of preservation, e.g. constant individual/collective memorization tradition from generation to generation, etc).

Wallahu'alam.

No comments: