Tuesday, February 19, 2008

What's wrong with being a Muslim and running for President?

It's kinda sad to see when many people in America asked if Obama is a Muslim, everyone tries hard to convince them that he's not one, but forget to add a line "But what's wrong with being a Muslim and running for President of this country?"

We should let everyone know and not forget that the constitution of this nation does not prohibit anyone of any faith or any race from running for a government office. Does being a Muslim now make someone deserve to be perceived as a bad person and not allowed to contribute to the betterment of this nation? 

Friday, February 15, 2008

Why they left Islam?

Mengamati banyaknya orang masuk Islam di Amerika ini, saya jadi teringat kasus yang sangat disayangkan: Steve A. Johnson (Faruq Abdullah) yang dulu convert ke Islam bahkan menjadi aktivis da'wah ISNA, dan sempat menulis beberapa buku da'wah pula, salah satunya "Da'wah to Americans: Theory and Practice", kemudian beliau balik lagi ke Christianity, bahkan sekarang mengajar Muslim studies di Columbia International University (school of missionaries). (http://www.ciu.edu/faculty/bio_short.php?id=273).
Jochen Katz et.al. dari answering-islam team, yang sering men-debunk berita masuknya non-Muslim scholars atau celibrities ke Islam, tidak luput menyebarkan berita ini pula dalam diskusi2 mereka.

O you who believe! If you ever abandon your faith, God will in time bring forth [in your place] people whom He loves and who love Him - humble towards the believers, proud towards all who deny the truth: [people] who strive hard in God's cause, and do not fear to be censured by anyone who might censure them: such is God's favour, which He grants unto whom He wills. And God is infinite, all-knowing.
(5:54)

Verily all this is an admonition: whoever, then, so wills, may unto his Sustainer find a way. But you cannot will it unless God wills, for, behold, God is indeed all-seeing, wise.
(76:29-30)

Wallahu'alam.

Thursday, February 14, 2008

The Pharaoh of Moses?

Setahu saya kita tidak memiliki banyak bukti peninggalan bersejarah (archeological evidence) yang detail mengenai sejarah Nabi Musa dan kaumnya di Mesir. Narasi sejarah Nabi Musa hanya banyak ditemukan dalam Bible (Old Testament) dan Qur'an. karena Bible sendiri penuh dengan kontradiksi terhadap historical narrations, jadi tidak bisa dipercaya 100% sebagai sumber sejarah.

Di Bible, Pharaoh yang membesarkan Musa dan menindas kaumnya berbeda dengan Pharaoh yang tenggelam di laut merah berdasarkan kisah di Book of Exodus verse Ex 4:19 - konteks ayat ini ketika Musa dalam status fugitive lari dari Pharaoh yang ingin membunuhnya karena Musa membunuh seseorang akibat persengketaannya dengan seorang budak. Lalu diceritakan Musa balik ke Pharaoh (tidak diceritakan Pharaoh yang sama atau tidak) pada usia 80 tahun. Dari sini sebagian Bible scholars menganggap Pharaoh yang berhadapan dengan Nabi Musa adalah Merneptah anak dari Ramses II (Pharaoh yang mengangkat Musa menjadi anaknya). Tapi pendapat ini tidak diterima oleh sebagian Bible scholars lainnya.

Al Qur'an tidak menceritakan dua Fir'aun (Pharaohs) dalam zaman Nabi Musa, tapi satu orang saja, yaitu yang istrinya membesarkan Musa sejak bayi, yang menindas bani Israil di Mesir, dan yang tenggelam di laut merah ketika mengejar Musa dan kaumnya. (salah satu ayat2nya di 26:10 ff. specifically 26:18-19). Di ayat itu jelas Pharaoh yang berhadapan dengan Musa adalah Pharaoh yang membesarkannya sejak kecil.

Ramses II ini diestimate para ahli sejarah berkuasa selama at least 40 tahun. Dan diketahui kekuasaannya berakhir sama dengan waktu Exodusnya bani Israil menyebrangi laut merah dipimpin Nabi Musa. Jadi ada kemungkinan Ramses II inilah Pharaoh yang sebenarnya tenggelam di laut merah.

Dalam buku "History Testifies to The Infallability of The Qur'an" by Dr.Louay Fatoohi dan Prof.Seetha Al-Dargazelli, chapter 7 "The Qur'anic Identification of the Pharaoh of the Exodus", dijelaskan alasan2 mengapa kisah Pharaoh yang disebut Al Qur'an lebih bisa diterima historically daripada kisah di Bible. Buku ini bisa dibeli di islamicbookstore.com.

Mudah2an ada manfaatnya dan tolong dikoreksi kalau ada yang salah.


Wallahu'alam.

Saturday, January 19, 2008

Kemana para ulama Islam?

Di tengah2 semaraknya Islamophobia, para Islamophobes kabarnya banyak yang menjadi millionaire karena penjualan buku2 anti-Islam yang menjadi best-sellers. Sayang, saya belum menjumpai adanya buku2 refutation dari Muslim scholars terhadap buku2 tsb. Padahal banyak Muslim professors dan intellectuals di banyak universitas baik di berbagai negara termasuk Timur Tengah. Yang saya jumpai hanya website2 yang dikelola oleh laymen (not specialized Islamic scholars) yang merasa concern untuk merespond. ( e.g. islamic-awareness.org, etc).

Saya pernah bertanya kepada Dr.Jamal Badawi, Dr.Ahmad Sakr juga Imam Zaid Shakir (Zaituna Institute) sewaktu mereka berkunjung ke sini, kapan terbit buku2 menjawab Islamophobes, belum ada jawaban pasti. Terakhir (beberapa tahun yang lalu) saya dengar Hamza Yusuf beserta beberapa scholars lainnya akan menerbitkan buku2 tanggapan, tapi saat ini belum dengar lagi kabarnya.
Apakah memang ada Muslim scholars yang sudah menulis buku refutation or rebuttal tapi tidak mau diterbitkan oleh any publisher? Termasuk Islamic publisher? Kalau tidak salah di US ada Amana, IIIT, dan Zaituna publishers.

Tidak sedikit yang bilang bahwa banyak ulama dan professor Muslim di timur tengah yang tidak mahir dalam bahasa Inggris dan tidak banyak pula penterjemah yang mahir menterjemahkan ke bahasa Inggris sehingga mudah dibaca dan dimengerti "native speakers". Sayangnya selama ini tidak ada yang memberikan alternatif solusi, dan semakin lama waktu berjalan makin banyak orang2 awam yang terpengaruh dengan pembentukan opini Islamophobes ini. Saya rasa survey yang diconduct CAIR tentang menaiknya trend Islamophobes ini salah satu penyebabnya bisa jadi karena pembentukan opini yang buruk ttg Islam ini.

Lain halnya dengan orang2 non-Muslim di sini yang begitu cepat mengcounter buku2 yang menyerang keimanan mereka. Waktu Richard Dawkins menerbitkan bukunya "The God Delusion" yang bestsellers itu, tidak lama kemudian muncul buku2 rebuttalnya, salah satunya "The Dawkins Delusion". Atau bukunya Bart Ehrman "Misquoting Jesus", tidak lama kemudian muncul buku2 rebuttalnya, seperti "Misquoting Truth". Apakah para authors ini dibayar mahal, atau berniat menjadikan bukunya bestsellers pula, atau karena memiliki motivasi tinggi, waktu yang banyak, atau team effort yang bagus? Saya tidak tahu, tapi yang saya sayangkan adalah mengapa orang2 Islam tidak bisa melakukan hal yang serupa?

Sayang sekali (mudah2an jangan sampai terjadi) kalau buku2 anti-Islam ini tidak jarang dijadikan reference oleh mereka yang non-Muslims untuk belajar tentang Islam. Bayangkan kalau buku2 ini dibaca pihak authority or policy makers yang akan mempengaruhi sikap dan attitude mereka terhadap Muslims baik local, national maupun international.

Saya sedih kalau ada orang2 Islam sendiri merasa tidak peduli dan berusaha merespond masalah ini. Mungkin mereka ataupun keluarga mereka belum merasakan dampak dari Islamophobia. Padahal common sense saja sebenarnya, image Islam dan Muslim yang dibuat buruk sedemikian rupa bila diconsumed oleh ignorant people akan membuat mereka membenci Muslims dan ini bisa mentrigger hate crimes towards Muslims.

Sedih lagi kalau ada Muslims yang sampai berkomentar "It's wasting time and energy to respond to Islamophobes". Apakah mereka tidak percaya lagi dengan adanya pahala dari Allah SWT dalam setiap usaha da'wah? Or is that only an excuse for our laziness or our inability in writing and articulating our responses in English? It is upon us Muslims to ponder this and start doing the effort.

Wallahu'alam.

Thursday, January 10, 2008

Menggunakan sumber yang tidak lengkap

Banyak diskusi agama terjadi di mana salah satu atau kedua pihak menggunakan dalil/reference yang tidak komprehensif, atau hanya partial. Seperti dalam diskusi mereka yang mengklaim bahwa dalam Islam semua agama yang ada saat ini diakui *kebenaran*nya dan dijamin keselamatannya di akherat. Mereka mengeneralisasi ayat Qur'an 2:62 atau 5:69, tetapi tidak menggunakan ayat2 lain e.g. 3:19, 3:85, dllnya, begitupula hadits2 Nabi SAW yang berhubungan dengan ayat-ayat ini.

Memang diperlukan honesty dalam berargumentasi. Mengutip references partially dan meninggalkan bagian2 yang berhubungan yang malah menggugurkan argumentasi adalah sikap DISHONEST (or honest mistakes if unintentional). Ini serupa dengan argument2 para Islamophobes yang sering menghujat Islam, Qur'an maupun Nabi SAW.

Wallahu'alam.

Saturday, January 05, 2008

Banned from the Bible

Dalam liburan bulan yang lalu saya juga menonton program "Banned from the Bible". Setahu saya mainstream Christians berpendapat bahwa the banned gospels tsb ditulis oleh Gnostic sects yang menganut paham "Gnosticism" yang bertentangan dengan ajaran Judaism, Christianity and Islam, yang berpendapat bahwa manusia itu sebenarnya adalah divine spirits yang terperangkap dalam dunia yang diciptakan oleh evil entity, karena itu menurut mereka gospels tsb dilarang. Tetapi ternyata teori dan definisi paham Gnosticism sampai saat ini masih banyak diperdebatkan oleh para historians karena banyak variationsnya dari sekte ke sekte terutama sejak ditemukannya manuscripts Dead Sea Scrolls and Nag Hamadi.

Kebetulan saat itu saya sedang berdiskusi dengan beberapa rekan Christians mengenai reliability dari kisah Jesus' crucifixion and his resurrection. Mereka berpendapat bahwa kedua events ini adalah fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri karena didukung informasi dari gospel manuscripts dari awal abad pertama juga informasi di luar gospels dari first or second century historians. Makanya mereka merasa heran mengapa orang2 Islam kok percaya begitu saja kepada Qur'an yang diturunkan 600 tahun setelah zaman Jesus yang mengandung informasi bertentangan dengan data2 awal abad pertama  dan kedua yang lebih dekat jaraknya dengan event tsb (4:157).

Juga mereka melihat adanya kebingungan di kalangan orang2 Islam sendiri akan siapa sebenarnya yang disalib. Ada ulama yang berpendapat bahwa yang ditaruh di tiang salib itu sebenarnya Jesus namun ia tidak mati, hanya tampak mati oleh orang2 yang melihatnya (swoon theory), sehingga tidak bisa dibilang Jesus itu disalib (karena berdasarkan terminologi "crucified" mengandung arti "died on the cross"). Kelompok Ahmadiyyah umumnya menganut paham ini. Ahmad Deedat dan Dr.Zakir Naik sering dibilang menganut teori ini meskipun sebenarnya argument ini mereka gunakan untuk membuktikan kemungkinan Jesus tidak mati di tiang salib berdasarkan ayat2 Bible sendiri.

Ada pula orang2 Islam yang berpendapat bahwa yang disalib itu adalah Judas Iskariot salah satu disciple yang menghianati Jesus. Dulu sejak SD saya masih ingat teori ini sering diajarkan dalam pelajaran2 agama Islam di tanah air. Setahu saya teori ini berdasarkan isi dari Gospel of Barnabas yang manuskriptnya ditemukan di akhir abad ke-16. Meskipun autentisitas manuscript gospel ini diragukan, ternyata dalam abad ke-6 gospel ini pernah dimasukkan ke dalam list gospels yang dilarang oleh Church. Meskipun demikian karena manuscript dari abad ke-6 ini belum ada yang menemukan, kita masih belum bisa membuktikan kesamaan isinya dengan manuscript dari abad ke-16.

Ada pula yang berpendapat bahwa yang disalib itu adalah salah satu disciple of Jesus yang memvolunteerkan diri untuk diubah mukanya seperti Jesus dan disalib in his place. Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan hal ini berdasarkan pendapat dari Ibn Abbas dari Ibn Abi Hatim juga dari riwayat An-Nasa'i. Sedangkan "Tafsir Jalalayn" (Al-Mahalli and As-Suyuthi) berpendapat bahwa yang disalib itu adalah salah seorang dari Jews atau tentara Romawi yang datang untuk menangkap Jesus. Riwayat lain yang disebut berasal dari Ibn Abbas dalam "Tafsir Ibn Abbas" menyebutkan bahwa yang disalib itu adalah salah seorang tentara Romawi bernama Tatianus. Ada pula yang berpendapat bahwa yang disalib itu adalah Simon the Cyrene yang datang untuk memanggul tiang salib menuju ke arena penyaliban. Dlsb.

Ketika mereka bertanya siapa yang disalib menurut saya, saya bilang wallahu'alam. Yang saya tahu berdasarkan Qur'an adalah Jesus tidak dibunuh (wa ma qataluhu) dan tidak pula disalib (wa shalabuhu). Ini berarti Islam tidak mengakui adanya konsep penebusan dosa seluruh manusia di tiang salib dengan disalibnya the so-called a "God-Man" in form of Jesus.

Al Qur'an tidak mengingkari adanya peristiwa atau event crucifixion itu sendiri. Tetapi Al Qur'an jelas2 tidak mengakui bahwa Jesus was crucified (either it was him alive on the cross or someone else was put to death on the cross in his place, Qur'an doesn't say). Ketika mereka bertanya mengapa saya tidak percaya kepada informasi dari current canonized gospels Mark, Matthew, Luke and John yang mereka klaim berdasarkan first eyewitnesses, saya tanya balik mengapa mereka bisa berkesimpulan demikian padahal banyak contradictions dalam kisah penyaliban tsb dalam gospels yang diakui sekarang.

Mereka bilang kontradiksi2 tsb hanya pada "surrounding events" bukan pada "the main event" (that is the crucifixion) yang keempat gospels ini setuju semua. Saya bilang pointnya tetap valid bahwa adanya kontradiksi2 ini, meskipun pada surrounding events, jelas menunjukkan bahwa narasi2 tsb bukan berasal dari first eyewitnesses, tetapi berdasarkan cerita dari mulut ke mulut tanpa adanya dokumentasi yang jelas mengenai chain of narrations (sanad) yang bisa ditrace sumbernya, sehingga bisa saja cerita2 ini diubah2 dari mulut ke mulut berdasarkan paham bermacam2 orang sehingga tidak faktual adanya.

Copy  dari gospel Mark saja (yang dibilang lebih tua dari Matthew dan Luke) baru ditulis sekitar 70 tahunan after the events. Author dari Matthew dan Luke pun menurut para Bible scholars menulis gospel mereka berdasarkan gospel Mark as well as a hyphothetical gospel "Q" yang sampai sekarang belum ditemukan manuscriptsnya.

Lalu mengenai pertanyaan mereka mengapa orang Islam percaya kepada informasi dalam Al Qur'an yang diturunkan 600 tahun setelah Jesus, saya bilang kredibilitas Al Qur'an lebih bisa dipertanggungjawabkan dari pada kredibilitas Bible. Al Qur'an diturunkan di tengah2 zaman di mana banyak gospels yang tidak jelas sumbernya dan kebenaran isinya. Church saja baru bisa memfinalize canonization Bible di abad ke 5. Mengapa mereka tidak pernah bertanya mengapa mereka mengimani gospels baru available 5000-4000 tahun setelah datangnya Torah kepada Moses? Pada point ini mereka agree to disagree karena pada akhirnya menurut mereka semua kembali kepada keimanan yang ada di hati masing2.

Dalam liburan bulan lalu saya juga mencoba membaca beberapa buku mengenai sejarah Bible ini terutama yang ditulis oleh seorang distinguished New Testament scholar, Dr.Bart Ehrman, dua di antaranya: "Misquoting Jesus" dan "New Testament". Beliau juga pernah diinterview di NPR dan ketika saya dengarkan interviewnya, saya sampai berpikir wah kok mirip ya pendapatnya dengan apa yang dikatakan Al Qur'an (3:78, 2:78-79, 2:59, 5:13), someone needs to give this man some da'wah!  :-)

Interview beliau bisa didengar di link ini:  http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=5052156

Mudah2an bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Tolong dikoreksi atau ditambahkan kalau ada yang salah atau kurang.

Wallahu'alam.

Monday, November 12, 2007

Mengapa Tidak Boleh Masuk Makkah dan Madinah?

Ada orang yang bertanya mengapa orang non-Muslim tidak boleh masuk Mekkah dan Madinah? Bukankah orang Islam boleh masuk ke Vatican meskipun mereka bukan Kristian?
Menurut saya, mereka berusaha membandingkan Vatican dengan Mekkah tidaklah pas. Karena Vatican City adalah ibukota Vatican, mungkin lebih pas kalau mereka membandingkannya dengan Riyadh, ibukota Saudi Arabia. Setahu saya, orang-orang non-Muslims boleh berkunjung ke Riyadh atau ke kota-kota lainnya Saudi Arabia, tapi bukan Mekkah dan Madinah yang dikhususkan buat orang Islam saja.

Vatican jelas berbeda dengan Mekkah. Vatican bukanlah kota historis yang dibangun oleh seorang Nabi ataupun memilik peraturan khusus dalam kitab suci Kristen. Kalau misalnya memang tertulis aturan di Bible bahwa non-Christians tidak boleh memasuki Vatican, apakah benar kalau non-Christians bisa memaksakan kehendak untuk masuk juga meskipun jelas-jelas dilarang?

Mekkah adalah kota historis yang memiliki tempat istimewa dalam keimanan umat Islam. Di Mekkah berdiri Masjidil Haram dan Ka'bah yang dalam keyakinan umat Islam dibangun Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS sebagai tempat ibadah kepada Allah SWT semata. Meskipun daerah ini pernah berubah menjadi tempat penyembahan berhala di era paganism, daerah ini berhasil dibersihkan kembali oleh Nabi Muhammad SAW (dengan perjuangan berat selama 23 tahun lamanya) menjadi pusat ibadah tauhid umat Islam sedunia yang bisa ditemui aturan-aturannya di dalam Al Qur'an. Apakah kini orang-orang Islam hendak dipaksa untuk membuang keistimewaan tempat ini dari iman mereka? Dari mana logikanya?

Mungkin bisa kita lihat analoginya. Misalnya kita kaya raya punya rumah dan villa. Lalu kita undang teman-teman ke villa, tapi tidak ke rumah yang khusus buat keluarga saja. Apakah logis pendapat orang yang menuduh kita TIDAK TOLERAN karena tidak memperbolehkan orang luar masuk ke rumah kita (di mana hanya keluarga yang boleh masuk)? Kalau ia mulai main paksa, tindakannya bisa diadukan dengan tuduhan trespassing.

Ini serupa dengan mereka yang memaksakan kehendak agar orang Islam membolehkan mereka masuk ke tempat milik umat Islam yang dikhususkan buat "keluarga", sesama umat Islam saja. Mengapa umat Islam dituduh tidak toleran serta dijelek-jelekkan imagenya. Yes, it sounds childish ("here come inside my house, now let me enter your house!") but that's what we feel from such an attitude.

Wallahu'alam.

Tuesday, November 06, 2007

Quran Sunni vs Quran Syi'ah?

Setahu saya ketika dulu pernah berdiskusi dengan orang2 Syi'ah yang knowledgable (bukan laymen) dalam madzhab mereka, menurut mereka mayoritas Syi'ah (the twelve imams)  memiliki Qur'an yang tidak berbeda dengan Qur'an mayoritas umat Islam (Sunni). Menurut mereka, banyak riwayat2 dalam kitab2 Syi'ah sendiri (Usul Kafi, dll) yang statusnya unreliable (dhaif, palsu, dll) dan tidak diterima mereka. Imam2 mereka tidak menerima riwayat2 yang menuduh adanya ayat2 yang hilang atau Qur'an tidak lengkap. Dan mereka bilang ini bukan taqiyyah (sebagaimana dituduhkan oleh sebagian Sunni) tapi fakta yang diakui mereka. 

Kemudian, mereka biasanya mengquote riwayat2 di Bukhari tentang hilangnya banyak ayat Qur'an yang dianggap mereka tidak bisa pula diterima sebagaimana riwayat2 di Usul Kafi. Menurut ulama2 Sunni, riwayat2 dalam Bukhari ini berhubungan dengan nasikh mansukh ayat2 Qur'an yang memang terjadi di zaman Nabi dan berasal dari penjelasan Nabi, bukan hilang selepas Nabi wafat. 

Wallahu'alam.

Monday, November 05, 2007

Menyikapi Aliran Menyimpang Dari Islam

Di tanah air tidak sedikit adanya aliran-aliran yang dianut orang Islam yang akhirnya menyimpang dari ajaran Islam. Seperti para pengikut "nabi" dari Betawi, pengikut Isa bugis, pengikut Salamullah, dlsb. IMHO, lahirnya aliran2 yang menyimpang dari mainstream Islam ini biasanya disebabkan dua faktor:

1. Faktor pengalaman spiritual: seperti klaim bermimpi bertemu Nabi, Allah, atau merasa didatangi malaikat atau mendengar bisikan mereka, dlsb.

2. Faktor argumentasi/pemahaman terhadap pengetahuan agama: seperti hanya mau memakai hanya Qur'an, menolak hadits, dlsb.

Faktor spiritual experience sifatnya subjective, hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mengalaminya saja. Pengakuan pengalaman spiritual ini bisa saja bohong atau dibuat2, tapi bisa juga memang benar dirasakan mereka (pengalaman mimpi yang diinterpretasi sebagai suatu yang "extraordinary" or "divine" - yang jelas dipengaruhi oleh faktor pengetahuan agama mereka). Benar atau tidaknya klaim ini bisa juga dianalisa dari motif dibaliknya. Orang mengklaim sesuatu (jujur atau tidaknya ia) biasanya memiliki motif tertentu, seperti motif ingin mendapatkan harta, atau power/status (ingin dihormati banyak orang), atau lainnya.

Tapi dengan asumsi mereka jujur terhadap klaimnya, pemahaman mereka masih bisa dianalisa karena berhubungan dengan faktor kedua di atas (faktor argumentasi/pemahaman thd pengetahuan agama). Kalau ternyata pengetahuan agama mereka terbukti tidak berdasar, atau tidak konsisten, hanya partial semata, atau argument yang mereka pakai terbukti mengandung logical fallacy ( e.g. using unreliable sources, out-of-context, non-historical, inconsistent argument, etc),  kesalahan interpretasi yang mereka yakini akan terlihat jelas oleh semua pihak. Tapi usaha meyakinkan mereka kembali tidaklah mudah karena biasanya mereka sudah begitu yakin akan keyakinannya dan menutup kemungkinan2 lainnya (termasuk kemungkinan adanya involvement dari jin/setan yang memang berusaha menyesatkan manusia dari masa ke masa).

Saya pernah berdiskusi dengan mereka yang menganut paham Ahmadiah, Inkar sunnah, Salamullah, etc. dan saya melihat sendiri argumentasi2 yang mereka pakai sering mengandung fallacies. Contohnya, inconsistent argument: hadits dipakai untuk mendukung pendapat mereka, tetapi ketika ditunjukkan hadits yang meruntuhkan argument mereka, mereka langsung bilang hadits tidak bisa dipercaya karena ditulis ratusan tahun setelah Nabi wafat. First of all, kalau tidak bisa dipercaya, kok tadi dipakai? Second of all, ketika ditanya dari mana mereka tahu sejarah penulisan hadits ini, mereka tidak bisa mengquote sumbernya (anedoctal semata). Lastly, ketika ditanya dari mana mereka tahu adanya seorang Nabi bernama Muhammad bin Abdullah yang menerima wahyu Qur'an, mereka bilang dari buku2 sejarah Islam. Ketika ditanya dari mana sumber buku2 sejarah tsb kalau tidak dari hadits maupun sirah? Mereka diam.

Saya rasa banyak umat Islam ini perlu diajarkan tentang metode berpikir yang benar. Terutama anak2 mudanya, yang diera globalisasi ini (di mana internet mudah diakses di mana2) pemikiran mereka akan dihujani pemikiran2 yang berbagai macam yang mungkin oleh generasi2 sebelumnya tidak pernah terlintas dibenak mereka. Kalau umat sudah mendapat bekal bagaimana memilah2 berbagai macam paham, saya yakin tidak akan ada orang2 yang mau mengikut mereka yang membuat2 aliran2 baru dalam Islam.

Tolong dikoreksi bila ada yang salah.
Mudah2an ada manfaatnya.

Wallahu'alam.


Sunday, November 04, 2007

Urutan kisah dalam Qur'an kacau?

Missionaris mengklaim: "Jika kita membaca Al-Qur’an maka kita akan dihadapkan pada sederetan kisah-kisah yang saling tidak menyambung satu dengan yang lainnya. Sama sekali tidak ada satu pola penulisan yang baku, apakah itu kronologis ataupun topikal. Semuanya tercampur baur tanpa adanya kejelasan maupun urutan."

Klaim ini sebenarnya pernah dikemukakan oleh orientalist Richard Bell dalam bukunya mengenai Qur'an. Pendapat Bell ini (berikut juga versi Watt juga Nodelke) telah dijawab dengan detail di dalam bukunya Dr.Muhammad Mohar Ali "The Qur'an and The Orientalists" dalam chapter XI "On the text of the Qur'an: The Language and Style and The Theory of Revision".
Beliau merefute tuduhan2 mereka ini satu per satu dan mengexpose their sheer and baseless assumptions as well as hypothesis on the interconnected rhymes and themes of the Qur'anic verses.

Buku beliau yang lain "The Qur'an and The Latest Missionary Assumption" yang membahas klaim orientalist Puin tentang otentisitas manuscript kuno Qur'an yang ditemukan di Yaman.

Addional resource:
Link di website "Islamic Awareness" ini juga dikhususkan membahas topik 'Ulumul Al Qur'an terutama dalam hal menjawab tuduhan2 dari para pengkritik Qur'an baik dari kalangan orientalists maupun missionaries.

Untuk menjawab "Is The Qur'ān A Shapeless Book?", artikel ini mungkin bisa dibaca untuk menambah wacana mengenai hubungan antara ayat2 dengan theme yang berhubungan, beautifully linked structures, interconnecting with each other.

Mudah2an ada manfaatnya.
Wallahu'alam.

Monday, August 13, 2007

Tanggapan terhadap "Propaganda anti-Islam"

Mencoba menanggapi tanggapan terhadap tulisan ini.


> 1. propaganda apa yang dianggap menyudutkan Islam....
Propaganda mengandung arti penyebaran informasi dengan tujuan tertentu. Penyebaran informasi yang tidak benar mengenai Islam yang disebarkan oleh mereka yang anti-Islam atau Islamophobes biasanya mengandung tujuan2 yang berhubungan dengan kekuasaan (power), kekayaan (wealth), keyakinan/agama seperti missionaris, atau lainnya. Pointnya adalah penyebaran informasi tidak benar ini harus dicegah karena will cause harm and sufferings to many innocent Muslims as well as non-Muslims who are related to them. Tulisan tsb saya buat dengan tujuan untuk menunjukkan kesalahan2 propaganda anti-Islam ini, with the intention to foster cordial relationships between Muslims and non-Muslims, especially in this time of age where extremists, Muslims and non-Muslims alike, are trying their best to incite everyone to start the clash of civilizations.


> 2. apakah propaganda itu memiliki dasar atau tidak.....
Jelas tidak ada dasarnya yang benar dalam ajaran Islam. Tulisan tsb dibuat untuk mengekspos fallacy yang mudah ditemukan dalam propaganda tsb.


> 3. apakah penindasan hak asasi manusia dan terorisme diajarkan dalam Islam.... kalo tidak, maka umat Islam sedunia harus mengutuk dengan keras aksi2 terorisme yang mengatasnamakan Islam dan bersama-sama mencari dan menyerahkan pelaku2 terorisme itu ke muka pengadilan yang fair ...
Islam jelas tidak mengajarkan hal2 yang dituduhkan tsb. Umat Islam mengutuk tindakan terorisme terlepas siapa yang melakukannya Muslims ataupun non-Muslims. Overwhelming majority of Islamic organizations have condemned it tetapi media massa di dunia barat jarang ada yang mau meliputnya sehingga tidak jarang terlontar tuduhan tidak ada kutukan dari organisasi2 Islam. Mengapa ini bisa terjadi dan apa tujuan mereka menyembunyikan hal ini?

Lalu saya heran mengapa anda menghubung2kan belum tertangkapnya seorang atau sekelompok kriminal dengan sikap mayoritas umat Islam yang jelas tidak setuju dengan tindakan kriminal tsb? Mengapa harus dibawa2 pastor dalam hal ini, apa hubungannya? Please jangan menggiring pembuatan konklusi yang salah dengan membuat2 opini yang tidak benar. Don't put words into other people's mouth. Strawman fallacy.


> http://www.indonesia.faithfreedom.or...ic.php?t=14246

Saya tidak paham apa hubungannya mubahalah dengan topik propaganda anti-Islam? Mubahalah adalah suatu bentuk komitmen yang diakui bersama oleh kedua pihak yang berdebat sehingga setiap pihak diminta komitmennya untuk menghindari perbuatan tidak jujur atau berdusta secara SENGAJA. Saya tidak paham mengapa mesti takut dikutuk Tuhan kalau memang kedua pihak bersedia komitmen untuk berlaku jujur? Rasanya hanya orang2 yang memang ada niat tidak jujur yang takut untuk melakukan mubahalah ini?


> http://www.indonesia.faithfreedom.or...ic.php?t=14469

Saya tidak paham apa hubungan ayat Qur'an yang melarang Nabi untuk tidak mencela tuhan2 sesembahan kaum musyrik dengan topik propaganda anti-Islam? Bukankah ini jelas menunjukkan sikap mutual respect yang diajarkan di dalam Qur'an meskipun terhadap orang2 musyrik?


> http://www.indonesia.faithfreedom.or...ic.php?t=15215

Konteks ayat 5:32 jelas dimulai dari ayat 5:27, yakni tentang sejarah pembunuhan pertama yang dilakukan oleh dua anak Adam. Ayat 5:33-34 menjelaskan konteks yang berbeda, yakni hukuman keras terhadap para pelaku kriminal berat (perampokan yang disertai pembunuhan atau pembantaian seperti yang bisa ditemukan dalam asbabun nuzul ayat tsb). Saya tidak melihat apa dasarnya ayat ini dihubung2kan dengan hukuman thd Yahudi?

Lalu tentang tuduhan bahwa ayat 5:32 adalah plagiarism dari Mishnah Sahendrin juga tidak benar. Biasanya kelompok misionaris anti-Islam seperti Ibn Warraq and the likes, mengutip quotation dari Mishnah yang sudah diubah. Quotation yang benar dari Mishnah Sahendrin: "he who destroys one human life OF ISRAEL, it is accounted to him BY SCRIPTURE as though he had destroyed a whole universe, and he who saves one human life OF ISRAEL, it is accounted to him BY SCRIPTURE as though he had preserved a whole universe". Mengapa kata2 upper case dalam quotation di atas tidak dicantumkan? Karena jelas menunjukkan perbedaan antara ayat Qur'an dan Mishnah tsb. Lalu Mishnah yang satu ini jelas2 dalam Jewish Encyclopedia disebut berasal dari post abad ke-7 karena mencantumkan influence of Islam seperti pencantuman nama A'ishah, Khadijah and Fatimah. Lalu mengapa masih diulang2 saja tuduhan plagiarism ini oleh para anti-Islam?


> Kalo yang ini mohon dijawab dengan bukti2 yang kuat bahwa Muhammad tidak melakukan hal2 itu..... Abang mungkin bisa baca sendiri di FFI

Burden of proofs is upon those who bring the accusation. Mereka yang membawa tuduhan, mereka pula yang harus membawa bukti. Seperti yang saya sebut dalam tulisan yang dipost dalam awal thread ini tuduhan2 mereka terhadap Nabi tidak memiliki bukti serta mengandung banyak fallacy. Termasuk posting2 di FFI yang biasanya disertai kata2 dengan bumbu2 kebencian dan permusuhan.


> Jangan terlalu berlebihan Bang..... kalo "ajaran dasar agamanya" seperti ini gimana : http://www.indonesia.faithfreedom.or...ic.php?t=14268

Tuduhan di atas jelas mengandung kesalahan dalam pemahaman ayat2 Qur'an karena dilakukan dengan metode "cut and paste" di luar konteksnya ataupun "the big picture". Kalau ada orang yang men-"cut and paste" episode dari sebuah movie yang panjang tentu kesimpulan para penonton bisa menjadi salah. Ini sudah disinggung dalam tulisan di awal thread ini. Mengenai tuduhan ayat2 toleransi diturunkan di saat ketika umat Islam masih lemah jelas salah. Ayat "la iqraha fiddin" 2:256, juga ayat 60:8 misalnya, yang mengajarkan tolerasi terhadap mereka yang tidak memusuhi jelas turun di Madinah di saat umat Islam memiliki upper hand terhadap pihak2 yang memusuhi mereka. Premise yang mereka gunakan terbukti salahnya. Dan premise yang salah bisa menghasilkan kesimpulan yang salah pula.


> Wajar ngga kalo dicurigai.... sebagai pembanding di Indonesia, umat Katolik n Kristen mengadakan ibadah di rumah (misa lingkungan, ibadat Rosario), dicurigai Kristenisasi, dilempari batu rumahnya, bahkan kadang2 dibubarkan dengan paksa,

Propaganda yang menyebarkan informasi yang tidak jujur terhadap Islam jelas tidak bisa dibenarkan karena akan menyebabkan mayoritas umat Islam dicurigai dan dicap bersalah tanpa ada bukti. Apakah anda mau diperlakukan dengan treatment serupa hanya karena ada orang2 yang seagama dengan anda melakukan tindakan kriminal pula?

Perbuatan yang tidak etis oleh sebagian kecil orang2 Islam terhadap orang2 Kristen dan Katolik di tanah air juga tidak bisa digeneralisasi bahwa perbuatan tsb diajarkan dalam Islam serta disetujui mayoritas umat Islam. Point ini pun telah disinggung dalam tulisan di awal thread ini.

Mudah2an ada manfaatnya.

Wallahu'alam.

Sunday, May 27, 2007

Pandangan tentang Nasikh Mansukh

Mengenai nasikh mansukh memang ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai makna ayat 2:106. Ada sebagian  ulama (contoh syaikh Muh.Abduh) yg berpendapat bahwa yg dinasakh itu bukan ayat2 Qur'an tapi mu'jizat yg diberikan Allah kepada Nabi/Rasul, dengan alasan bahwa mustahil ada ayat2 Allah ada yg salah di dalamnya sampai perlu dinasakh.

Tapi IMHO, pendapat ini lemah argumentnya karena didasarkan kepada asumsi yg salah, karena bukanlah suatu hal yg mustahil kalau Allah SWT yg menurunkan ayat2-Nya untuk situasi dan kondisi tertentu saja berhak pula menghapusnya kalau Dia menghendakinya berdasarkan ilmu-Nya untuk kebaikan ciptaan-Nya.

Dalam menyikapi persoalan nasikh mansukh ini, saya sendiri lebih memilih pendapat yg didukung kuat oleh hadits2 shahih. Pendapat ulama, even Prophet's companions yg kadang juga berbeda pendapat di antara sesamanya, mengenai hal nasikh mansukh ini menurut saya bisa diterima atau ditolak berdasarkan argument mana yg lebih kuat. Tapi pendapat yg didasari oleh hadits shahih dari perkataan Nabi, jelas lebih kuat karena Nabi lebih tahu mengenai wahyu yg diterimanya dari Allah SWT.

Menyikapi hadits2 mengenai adanya ayat2 Al Qur'an yg dinasakh, IMHO kita harus jelas dulu status haditsnya. Kadang ada ulama yg langsung mengomentarinya tanpa tahu keshahihannya.

Tapi by assuming ada hadits2 shahih yg menyebutkannya, IMHO tidak mustahil ayat2 tsb bisa dinasakhkan oleh Allah SWT yg menurunkannya berdasarkan ilmu-Nya.

Setahu saya hadits mengenai komentar Umar mengenai rajam statusnya shahih (Bukhari, Muslim). Tapi pendapat yg menyebutkan ayat rajam pernah disebut di dalam Qur'an dan dinasakh dengan dasar hadits Tabrani, saya tidak tahu apa status hadits tsb (dan saya jumpai juga ada dua hadits yg berbeda menyebutkan bunyi ayat yg dinasakh tsb). Saya lebih cenderung berpendapat bahwa fiqh hukum tsb didasarkan kepada hadits shahih Nabi SAW, bukan kepada Qur'an.

Mengenai pendapat2 ulama yg bilang ayat ini dinasakh oleh ayat itu (hanya berdasarkan logical argument, tanpa menyebutkan dasar hadits), saya cenderung melihat adanya kelemahan dalam argument mereka. Biasanya mereka menyebut adanya nasakh ayat2 karena mereka melihat adanya "kontradiksi" antara ayat satu dengan ayat lain. Padahal "kontradiksi" ini bisa saja terjadi tanpa nasakh mansukh, tapi karena adanya pengecualian/exception atau berbicara mengenai hal khusus dari hal yg umum, atau bisa pula karena adanya "penundaan" suatu hukum karena illat/situasi dan kondisi yg berbeda. Ini saya lihat often missing from their argumentation. Misalnya ayat2 pedang yg dibilang menasakh ayat2 damai. Kok bisa sampai berkesimpulan demikian? Saya hanya bisa guessing bahwa pendapat tsb bisa jadi dilontarkan oleh sebagian ulama akibat situasi/kondisi di mana umat Islam yg tengah terancam bahaya serbuan musuh2nya (e.g. Mongol) tapi masih ada saja orang2 yg berusaha mencari excuse untuk tidak mau berperang misalnya. Wallahu'alam.

Saya tidak punya Al-Itqan dalam bhs Inggris. Tapi ada beberapa buku yg menyerupai mukhtashar (ringkasa) al-Itqan: Ulumul Qur'an nya Ahmad Von Denffer, dan Introduction to Science of Qur'an oleh Yasir Qadhi.

Wallahu'alam.

Mudah2an bermanfaat...

Saturday, May 26, 2007

Mushaf Ustmani tidak lengkap?

Berikut ini sekilas diskusi mengenai mushaf Utsman bin 'Affan yang
dianggap tidak lengkap oleh pendebat otentisitas Al Qur'an:

> Sahabat Nabi, Zaid ibn Tsabit ra, berkata,"Nabi Muhammad SAW
> wafat sedangkan Al-Qur'an belum dibukukan"(Al-Itqan fi Ulumul
> Qur'an, Jalaluddin As-Suyuthi, Beirut, Dar Al-Fikr).

Keseluruhan ayat Al Qur'an sudah ditulis dalam bentuk suhuf2,
dan dihapal oleh para shahabat, selagi Nabi SAW masih hidup. Fakta
ini banyak ditemukan dalam hadits2 shahih, salah satunya:

When surah 4 verse 95 of the Qur'an was revealed, the Prophet
said: "Call Zaid for me, let him bring the board, the ink pot,
and the scapula bones." Then he said: "Write: 'Not equal are
those believers...' (4:95)
[ref: Bukhari, VI, No.512; also VI, No.116-118]


> Al-qur'an mulai dikumpulkan pada masa khalifah Abu Bakar ra
> berdasarkan hadist yg diriwayatkan Bukhari. Tentang gagasan
> pengumpulan Al-Qur'an atas kegelisahan Umar ra, karena banyaknya
> para pengahafal/hafidz yg gugur dalam pertempuran Yamamah.
> Pelaksana dari gagasan ini adalah Zaid Ibn Tsabit yg menerima tugas
> ini meskipun dgn "berat hati" karena dianggap sebagai tugas yg
> sulit (Bukhari, Bab Fadhail al-Qur'an, Beirut: Dar al-Fikr).

Dalam hadits tsb jelas disebutkan keberatan Zaid dikarenakan
kekhawatirannya melakukan sesuatu hal yang tidak dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Ini bisa dibaca explisitly dalam text hadits Bukhari
tsb.


> Berikut ini penjelasan ketidaklengkapan mushaf Ustmani.
> Ayat2 yg tidak didapati dalam mushaf Ustmani :
>
> Riwayat Aisyah ra : Pada zaman Nabi SAW, surat Al-Ahzab dibaca
> sebanyak 200 ayat. Maka tatkala Utsman menulis mushaf, kami tidak
> mendapatinya kecuali yg ada sekarang, (Al-Suyuthi, Al-Itqan...)
> ...

Ini dibahas oleh para ulama dalam topik Naskh dalam ulumul Qur'an.
Naskhnya ayat2 Al Qur'an ini terjadi semasa Nabi masih hidup.
Dalam hal naskh ini, riwayat2 yang diterima hanya riwayat2 yang
shahih saja. Belum lagi, riwayat2 ini harus dianalisa maksud yang
terkandung dalam matannya.

Sebelum Nabi wafat, ayat2 Al Qur'an telah lengkap tertulis dan terekam
dalam hapalan shahabat2 beliau. Semua ayat2 Al Qur'an lengkap yang
dikumpulkan Nabi ini dibukukan oleh Abu Bakar, yang kemudian
dipegang oleh Hafsa ketika Utsman bin 'Affan mengcopynya sebagai
standard mushaf.


> Beberapa hal yang menjadi "kontroversi" dalam mushaf Ustmani.
> Diantaranya : mengenai surat Mu'awwidzatain(al-Falaq dan An-Nas),
> Ibn Mas'ud mengatakan bahwa keduanya bukan termasuk Al-Qur'an,
> namun dimasukkan dlm mushaf Ustmani (Al-Suyuthi, Al-Itqan...).

Bisa diposting the exact quotation riwayat ini dari Al-Itqan?
Sepertinya Ibn Mas'ud cuma mengatakan bahwa kedua surat tsb tidak
beliau cantumkan dalam mushaf beliau sendiri, tanpa menuduh bahwa
Utsman menambah2kan surat dalam Al Qur'an. Ini terbukti semua
shahabat Nabi SAW (termasuk Ibn Mas'ud) menerima mushaf Utsman
ini sebagai mushaf standard umat Islam.


> Sebenarnya hal ini (ketidaklengkapan mushaf Utsmani) bukanlah hal
> yg "aneh" bagi ulama2 tafsir.

Apakah ada statement dari ulama2 tafsir yang bilang mushaf Utsmani ini
"tidak lengkap"? Apakah ada satu pun dari para shahabat Nabi SAW
yang protes kepada Utsman bahwa mushaf beliau yang dicopy
dari mushaf Hafsa adalah "tidak lengkap"? Banyak para shahabat
yang masih hidup di zaman itu yang hapal Al Qur'an di luar kepala
yang akan menunjukkan kesalahan2 kalau misalnya itu benar adanya.


> Justru ketika kita memang kurang informasi tentang hal inilah yg
> menyebabkan kita menjadi "keras hati". Disinilah mengapa sejak awal
> berdiskusi saya selalu menekankan, kritis dan telitilah dalam
> menanggapi, berargumen maupun "mendebat" terhadap suatu
> masalah/kasus, yaa seperti check & re-check lah... :-)

Informasi yang tidak diquote secara komprehensif dan out of context
bisa menghasilkan pemahaman yang salah. Apalagi kalau dipengaruhi
preconceived ideas dan sikap tergesa2 dalam mengambil kesimpulan.


> Satu hal lagi, kita hidup di dunia fana dimana tidak ada sesuatu yg
> mutlak benar maupun shahih, karena yg mutlak benar itu adalah
> Allah SWT, selain Dia semua relatif.

Benar bahwa Al-Haqq (kebenaran absolute) itu hanya pada Allah semata.
Lalu dari mana kita sebagai manusia tahu benar dan salah dalam hidup ini?
Allah Sang Pencipta telah menurunkan wahyuNya kepada kita, Al Qur'an,
sebagai Al-Furqan, pembeda mana yang benar dan mana yang salah.
Kalau kita bilang Al Qur'an wahyu Allah ini isinya serba relatif, buat apa lagi
diturunkan wahyu pada awalnya? Tidak bisa kita salahkan orang yg berbuat
kejahatan dengan alasan semuanya serba relatif. Kalau demikian halnya, tidak ada lagi gunanya Al Qur'an. Kita kembali lagi ke square one, berenang di tengah2 samudra keraguan...

Wallahu'alam bi shawab...

--
Wassalam,
Ridha

Friday, May 25, 2007

Ringkasan kronologis pembukuan Al Qur'an

Sebagai Muslim kita meyakini bahwa Al Qur'an yang kita miliki saat ini adalah sama dengan yang dibaca Nabi SAW serta para shahabat beliau. Apa buktinya bahwa Al Qur'an tidak pernah berubah isinya dan tidak terjadi penambahan, pengurangan atau perubahan ayat2nya seperti halnya dengan kitab2 sebelumnya?

Ayat2 Al Qur'an selain ditulis semasa Nabi SAW masih hidup juga dihapal oleh banyak shahabat beliau. Selepas Nabi SAW wafat, khalifah Abu Bakar (ra) memerintahkan Zaid bin Tsabit (ra) untuk mengcopy dan mengumpulkan suhuf2 berdasarkan hapalan seluruh isi Al Qur'an, untuk dibukukan dalam satu kitab. Di zaman khalifah Utsman bin 'Affan (ra) beliau memerintahkan Zaid kembali bersama2 shahabat2 lainnya untuk mereproduksi/mengcopy exactly mushaf yang disusun oleh Abu Bakr sebelumnya, dan dijadikan standard mushaf untuk didistribusikan ke wilayah2 baru Islam.

Dua metode yang digunakan Nabi SAW dan para shahabat beliau dalam menjaga kemurnian isi Al Qur'an:
1) memorization (penghapalan),
2) written manuscripts (manuskrip tertulis).

Berikut ini data2 yang bisa didapat dari catatan2 hadits dan sirah:

1. Nabi SAW menganjurkan penghapalan dan menyuruh penulisan Qur'an semasa ia hidup (Bukhari)

2. Nabi SAW regularly meminta para shahabat melafazhkan Al Qur'an yang dihapalnya di hadapan beliau (Bukhari)

3. Nabi mengirimkan utusan untuk mengajarkan Al Qur'an (Ibnu Hisyam)

4. Nabi memerintahkan pembacaan ayat2 Al Qur'an dalam shalat dan menganjurkan tadarrus Al Qur'an dalam setiap keluarga Muslim, especially pada bulan Ramadhan. (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dll)

4. Selepas Nabi SAW wafat, ketika 70 orang penghapal Al Qur'an gugur dalam perang, karena khawatir tidak adanya official WRITTEN copy of mushaf, Abu Bakar sebagai khalifah memerintahkan pengumpulan suhuf2 (written manuscripts - kertas, pelepah, dlsb), tempat ayat2 Al Qur'an ditulis untuk membentuk official written copy of the mushaf. Para shahabat Nabi SAW ada yang literate (bisa tulis baca) dan ada yang illiterate tapi semua menghapal the whole Qur'an. Yang literate memiliki kumpulan suhuf pribadi mereka. Abu Bakr memerintahkan Zaid bin Tsabit melakukan tugas ini. Zaid mengumpulkan suhuf2 yang didukung oleh memorization para shahabat at least 2 orang yang hapal Al Qur'an sebagai saksinya. Official mushaf pertama Al Qur'an pun terbentuk. (Bukhari)

4. Setelah Abu Bakr wafat, mushaf ini dipegang oleh Umar. Setelah Umar wafat, putrinya Hafsa yang memegang mushaf. Tidak ada satu pun historical records yang menginformasikan adanya DISPUTE atau PROTEST dari para shahabat terhadap keshahihan mushaf ini. Mushaf ini tidak disebarkan ke segenap penjuru wilayah kekhalifan Islam karena mainly para shahabat yang menyebarkan Islam menghapal seluruh Al Qur'an dan sebagian dari mereka memiliki suhuf pribadi. (Bukhari)

5. Di zaman Utsman sebagai Khalifah, Islam sudah menyebar luas di mana berbagai macam dialek exist. Ketika dalam military journey ke Armenia dan Azerbijan, terdapat dan terdapat perselisihan bacaan yang benar dalam Al Qur'an di kalangan orang2 Islam. Untuk menghindari perselisihan ini, Utsman meminjam mushaf dari Hafsa dan memerintahkan satu team yang diketuai Zaid bin Tsabit untuk MENGCOPY mushaf Hafsa ini exactly the same content. Kemudian Utsman mengirim mushaf copyan ini ke seluruh wilayah Islam. (Bukhari)

Utsman tidak membuat ulang mushaf, tapi hanya mengcopy mushaf yang sudah dikumpulkan oleh Abu Bakr. Distribusi standard copy mushaf ini diterima di semua wilayah Islam:

"The wide distribution of the standard text and its UNDISPUTED
authority can also be deduced from the reports on the battle of Siffin
(AH 37), 27 years after the death of the Prophet, and 5 years after
Uthman's copies were distributed, Mu'awiyah's troops fixed sheets
from Qur'an on their spears to interupt the battle. However nobody
accused anyone else of using a 'partisan' version of the text, which
would have made a splendid accusation against the enemy." (Ulumul
Qur'an, Von Denffer).

Untuk meyakinkan public bahwa tidak ada perbedaan antara mushaf yang dikumpulkan Utsman ini dengan standard mushaf Hafsa, mushaf2 lainnya dibakar di depan public. Yang menyaksikan event tsb adalah para shahabat Nabi SAW yang hidup bersama di zaman Nabi termasuk para penghapal Al Qur'an. Tidak ada yang protes terhadap hal tsb.

Zaid is reported to have said, "I saw the companions of Muhammad
(going about) saying, "By Allah, Uthman has done well! By Allah,
Uthman has done well!" (Nisaburi)

Ibn Abi Dawud records Musab ibn Sad ibn Abi Waqqas to have
testified: "I saw the people assemble in large number at Uthman's
burning of the proscribed copies; not a one spoke out against him."
Ali commented, "If I were in command in place of Uthman, I would have
done the same." (Zarkashi)

Para pendebat otentisitas Qur'an sering membawa argument bahwa Abdullah bin Mas'ud keberatan dan INITIALLY tidak mau memberikan mushafnya kepada Utsman. Mereka seharusnya menyadari bahwa ini terjadi karena mushaf tsb dimilikinya sejak beliau mendapat pengajaran Al Qur'an dari Nabi SAW masih hidup dan terdapatnya personal notes yang ditulisnya sebagai penjelasan terhadap ayat2 Al Qur'an, yang bukan merupakan ayat2 Al Qur'an itu sendiri. Jelas saja pada awal mulanya beliau tidak mau menyerahkan personal mushafnya ini untuk dibakar. Di samping itu beliau merasa berhak untuk ikut dalam komite yang dipimpin Zaid yang lebih junior dari beliau dari segi umur. Berikut ini pengakuan orientalis Arthur Jeffrey sendiri terhadap tindakan Ibn Mas'ud tsb:

...As for 'Abdullah's initial objection to hand over his codex
to 'Uthman, and his anger of assigning the compilation of the codices
to Zayd rather than him to the extent that 'Uthman said: "Who can
make 'Abdullah excuse me? He is angry at me as I didn't put him in
charge of copying the Qur'an. Why didn't he complain of Abu Bakr
and 'Umar since they are the ones who put Zayd in charge?
It was also narrated in that report that the Companions didn't
approve Ibn Mas'ud when he said: "How can I be isolated from the
Codices [i.e. from their copy] while I received 70 surahs from the
Prophet and Zayd was still a kid playing with kids. It was also
narrated that 'Abdullah eventually agreed with 'Uthman and approved
the opinion of the community and regretted his previous sayings and
was ashamed from them. Indeed Abu Waael narrated that report and
ended with: " 'Abdullah was ashamed of his attitude and said 'I am
not the best among them' " and he stepped down the mimbar.
Ref: Arthur Jeffery, Muqaddimatan Fi 'Ulum al-Qur'an
(Two Muqaddimas To The Qur'anic Sciences), 1954, Makhtabat al-Khanji,
pg. 94-95.

Para pendebat otentisitas Al Qur'an biasanya sering mengutip dari bukunya Jeffrey ini tapi tidak pernah mengutip bagian di atas. Objectivitas mereka dalam hal ini dipertanyakan.

Mudah2an bermanfaat bagi yang membutuhkan informasi ini.

Wallahu'alam


References:

1. Ahmad Von Denffer: Ulumul Qur'an, Islamic Foundation, 1985

2. Abdur Rafay Ahmad & Mohd Elfie Nieshaem Juferi:
What is the Degree of the Authenticity of the Qur'an Historically?
http://www.answering-christianity.com/quran/quran_textual-reply.html

4. Islamic Awareness' The Qur'anic Manuscripts http://www.islamic-awareness.org/Quran/Text/Mss/

3. Dr.G.F.Haddad:
Sayyidina `Uthman's Preservation of Qur'an
http://www.sunnah.org/history/Sahaba/Sayyidina_Uthmans_preservation_Quran.htm

Thursday, May 24, 2007

Bukti Qur'an ditulis di jaman Nabi SAW


The Qur'an was written down in part during its revelations from
pieces of papyrus, flat stones, palm leaves, pieces of leather,
wooden boards, and the heart of the believers men and women
(memorization) even in the time of the Prophet (s.a.w). Here are some
evidences:

1. The well-known report about Umar bin Khattab's (r.a) conversion to
Islam shows that large passages of the Qur'an had already been
written down even at the early time, in Mecca, long before the hijra,
when the Prophet was still in the house of Arqam (one of the first
converts in Islam). It was surah Taha (chapter 20) of the Qur'an
which Umar read in the sheet of his sister that brought him to Islam.
[ref: Ibn Hisham, pp.156-157]


2. The Qur'an was not only written down by those Companions who did
so on their initiative. Indeed, the Prophet, when a revelation came,
called for the scribe and dictated to him, as mentioned in the hadith:

When surah 4 verse 95 of the Qur'an was revealed, the Prophet
said: "Call Zaid for me, let him bring the board, the ink pot,
and the scapula bones." Then he said: "Write: 'Not equal are
those believers...' (4:95)
[ref: Bukhari, VI, No.512; also VI, No.116-118]


3. It was also reported that material upon which the revelation had
been written down was kept in the house of the Prophet.
[ref: As-Suyuti, Itqan, I, p.58]


4. Another report informs us that when people came to Madina to learn
about Islam in the time of the Prophet, they were provided with
copies of the chapters of the Qur'an, to read and learn them by heart.
[ref: Hamidullah M., Sahifa Hammam ibn Munabbih, p.64]


5. The Prophet sent copies of the chapters of the Qur'an with some
Muslims for instruction in Islam of the people of Yemen.
[ref: Muwatta' Imam Malik, p.204]


6. The Qur'an did exist as a written document in the life time of the
Prophet (s.a.w), as mentioned in the following ahadith:

He (s.a.w) said: "Do not take the Qur'an on a journey with you,
for I am afraid lest it should fall into the hands of the enemy."
- i.e. the enemy may seize it and may quarrel with you over it -.
[ref: Muslim, III, No.4607,4608,4609; Bukhari, IV, No.233]


Ibn Umar said: No doubt the Prophet and his Companions travelled
in the land of the enemy and they knew the Qur'an then. - i.e. they
knew that the Qur'an was carried, as a scripture, by
the Muslims - [ref: Bukhari, Ch.129]


The Qur'an had been WRITTEN DOWN in its entirety in the time of the
Prophet. No knowledagble scholars have ever doubted this clear fact.



Refences:
'ULUMUL QUR'AN, An introduction to the Science of the Qur'an,
by: Ahmad Von Denffer, Islamic Foundation, Leicester, UK.

Saturday, March 31, 2007

Sekilas mengenai da'wah di Amerika


Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya" (Al Qur'an 5:67)


"Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah, kepada Heraclius, kaisar Romawi. Salam kepada mereka yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya saya mengajak anda untuk memeluk Islam agar anda selamat (surat Nabi kepada Kaisar Heraclius - HR.Bukhari)

Ada sebuah artikel yang pernah saya baca yang mengatakan bahwa kita yang sudah Islam ini tidak perlulah bersusah2 mengajak orang untuk memeluk Islam seperti halnya para misionaris Kristen yang mengajak orang memeluk Kristen. Dikatakan dalam artikel tsb bahwa di dalam Islam tidak ada paksaan dalam beragama, "la ikraha fiddin", "lakum dinukum wa liyadin". Meskipun dasar2 nash yang dipakai dalam artikel ini benar adanya, tetapi artikel tsb mengandung "half-truth" atau "partial information" karena penulisnya tidak memasukkan nash2 yang lain yang menganjurkan adanya da'wah kepada mereka yang belum memeluk Islam yang banyak ditemui dalam Al Qur'an, termasuk dalam sejarah perjalanan da'wah yang ditempuh Nabi SAW, seperti salah satu surat beliau yang dikutip di atas. Karena penggunaan basis argumentnya hanya partial, kesimpulan yang diambil penulis artikel tsb bisa salah.

Benar, tidak ada paksaan untuk memeluk Islam. Benar, dalam Islam diakui kebebasan beragama. Tetapi ini tidak berarti di dalam Islam tidak dikenal adanya da'wah, mengajak orang kepada Islam. Nabi SAW sejak diutusnya sampai beliau wafat selalu mengajak orang2 untuk memeluk Islam selain mengajarkan ajaran2 Islam kepada mereka yang telah memeluknya. Sejak dari kaumnya (Quraisy), sampai ke pelosok2 daerah di luar jazirah Arab (Romawi dan Persia). Bahkan para sahabat Nabi SAW ada yang sampai melakukan perjalanan da'wah ke negeri-negeri yang jauh seperti Cina. Ini menunjukkan bukti bahwa da'wah kepada non-Muslim merupakan salah satu bagian integral da'wah di dalam Islam.

Dulu saya pernah dikunjungi oleh beberapa brothers dari Jama'ah Tabligh. Setelah mendengarkan tausiyah mereka, saya bertanya mengapa da'wah tablighi ini tidak dikembangkan kepada da'wah kepada non-Muslim dengan mengunjungi rumah2 mereka dan menyampaikan informasi yang benar mengenai Islam sehingga bisa meluruskan kesalahan persepsi yang dimiliki banyak orang. Salah seorang brother menjawab bahwa prioritas da'wah mereka ditujukan untuk Muslim dahulu, baru setelah orang2 Islam dibenahi aqidah dan akhlaq mereka, da'wah tsb akan diarahkan kepada non-Muslim.

Saya bertanya lagi mengapa prioritasnya demikian, bukankah kita semua tahu bahwa saat ini image Islam digambarkan buruk oleh banyak media begitu pula oleh mereka yang anti-Islam, serta ajaran2nya banyak tidak diketahui atau bahkan disalahpahami oleh orang2 awam. Bukankah da'wah kepada mereka ini sangat dibutuhkan bukan hanya untuk kepentingan umat Islam di Amerika maupun negara2 lainnya (karena dampak foreign policy negara ini) tetapi juga kepentingan umat2 agama lain di pelosok dunia (yang berinteraksi dengan umat Islam), sehingga layak mendapatkan prioritas? Tidak ada jawaban memuaskan yang saya dapat.

Alhamdulillah di Amerika kini ada organisasi2 yang begitu aktif melakukan da'wah secara continue dan konsisten (seperti CAIR, ISNA, ICNA, dll) tetapi usaha mereka ini perlu disupport oleh Muslim community di tingkat lokaliti (local masjids/Islamic-centers/organizations). Bagus bila setiap lokaliti memiliki satu organisasi da'wah atau sub-unitnya yang dikhususkan menangani masalah da'wah terhadap non-Muslim ini yang bisa mencakup hal2 seperti:
  • Menyediakan informasi mengenai Islam - misalnya rukun Islam, rukun Iman, dll.
  • Meluruskan salah paham (misconceptions) terhadap Islam - misalnya salah paham "Muslims worship their Prophet".
  • Menjawab tuduhan2 (accusations) terhadap Islam - misalnya tuduhan "Muhammad is an evil robber and a pedofile", "Islam teaches terrorism", etc.
Pengalaman saya di beberapa lokaliti, ketika ada kunjungan" dari tetangga non-Muslim, para pelajar atau mahasiswa ke masjid, biasanya kita tidak memiliki orang2 yang memang dikhususkan untuk menangani audience ini. Kadang2 pertanyaan2 yang dilontarkan dijawab berlainan oleh beberapa brothers atau sisters yang tidak memiliki pengetahuan yang ditanyakan. Atau malah menjawab dengan jawaban yang terkesan "apologetics" tapi tidak berbasiskan sejarah yang benar. Misalnya ketika ada yang bertanya mengapa Nabinya umat Islam menikah dengan 'Aisyah yang masih tergolong minor (dalam standard modern), ada yang menjawab bahwa cerita itu tidak ada dasarnya (padahal jelas2 disebutkan dalam hadits2 shahih Bukhari, dllnya). Pengetahuan2 dalam menjawab hal2 seperti ini perlu dikuasai oleh mereka yang memang dikhususkan atau spesialisasi menangani urusan da'wah ini.

Kita yang sehari2 berhadapan dengan orang2 non-Muslim di kampus, kantor, groceries store, mall, dlsb, tentunya ingin menyampaikan informasi mengenai agama kita kepada mereka, apalagi di saat di mana berita2 di media massa ramai membicarakan Islam dan Muslim. Tetapi tentunya kita tidak ingin terlihat "pushy" atau pun "preachy" karena selain attitude macam ini menimbulkan sikap tidak simpatik, tetapi juga tidak mengikuti etika da'wah yang diajarkan Islam untuk mengambil cara yang bijaksana/hikmah:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Qur'an 16:125)

Tentunya metodologi "da'wah bil hikmah wa mauizhatil hasanah" ini perlu kita pelajari dan pahami. Kita perlu mengetahui cara2 apa saja dalam mengapproach audience yang akan kita da'wahkan. Da'wah di dalam Islam tidak menghalalkan segala cara termasuk menghalalkan penipuan, pengancaman, atau pemaksaan/pemerasaan, yang bisa kita jumpai dalam da'wah sebagian misionaris maupun kelompok extremis lainnya.

Kalau kita amati, bermacam2 tipe orang Amerika dari segi keyakinan hidupnya. Ada yang religious, ada yang atheist, ada yang agnostic, ada yang hedonist, dan lain sebagainya. Mereka yang tergolong religious, kebanyakan dari kalangan yang taat menjalankan agama Kristennya. Mereka benar-benar menjaga kepribadian dan kelakuannya berdasarkan ajaran kitab suci mereka. Di lingkungan kampus, organisasi kalangan ini aktif dalam mengadakan acara-acara studi mengenai Bible, ceramah-ceramah umum, memberikan bantuan dana dan tenaga kepada bencana-bencana alam dan kelaparan, dan lainnya. Kebanyakan dari mereka ramah dalam pergaulan, tapi tidak sedikit juga yang benar-benar fanatik dan dengan mudahnya mengutuk orang-orang yang berlainan keyakinan dengannya kata-kata "you will go to hell" atau "you will get eternal damnation."

Sebagian dari mereka dahulunya bergaya hidup serba hura-hura dan hedonist, dan akhirnya bertaubat dan menjadi "born again" (seorang yang lahir kembali dengan "holy spirit"/ruhul kudus sebagai pembimbing hidupnya). Tapi sayangnya mereka sangat ekstrim dan "taklid" buta dengan ajaran-ajaran Bible, sehingga tidak sedikit yang membuat interpretasi seenaknya terhadap ayat-ayat kitab sucinya. Tetapi di kalangan mereka juga bisa kita jumpai orang2 yang sincere dan baik hati terhadap mereka yang lain iman.

Sebagai contohnya saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman semasa kuliah dahulu. Suatu hari selepas kuliah sewaktu melintasi taman rumput kampus, saya berhenti mengayuh karena melihat seorang pemuda, yang tengah berdiri di tengah-tengah taman, berkhutbah di sekitar mahasiswa-mahasiswi yang tengah tidur2an sembari membaca2 buku pelajaran. Saya tertarik mendengar khutbah yang dibawakannya. Setelah memarkir sepeda, saya duduk di bawah sebatang pohon rindang hendak mendengarkan khutbahnya sambil berpura2 membaca buku. "You have to serve God with all your heart! You shall not make for ourself an idol beside God! Have you replaced God with the things of this world? Have you lived for sex, drugs, or music? For wealth, power or pleasure? Is an education or career more important to you than serving God? If you care more about any one of these things than God you are committing idolatry!"

Terus terang saja, saya kaget mendengar khutbah sang pemuda saat itu. Kata2nya serupa dengan ajaran tauhid dalam Islam. Ada beberapa orang pelajar yang kemudian menimpali khutbah sang pemuda sambil mengolok-oloknya. "Hey, shut up, will you! There is no God! He does not exist! Ask your God, if He exists, to come here, to solve all the problems we have now! Ask Him to help the Bosnians, ask Him to stop the hunger of people in Africa, or elsewhere! Ask Him to stop killing people with AIDS virus!" Sang pemuda seperti terkena berondongan peluru oleh olok-olokan orang-orang di sekitarnya, kembali mencoba membuka-buka Bible yang dibawanya dan membaca beberapa ayat dari dalamnya. Beberapa saat kemudian ia "sujud" sebagaimana sujudnya orang-orang Islam dalam shalat. Saya kembali terkejut melihat tingkahnya yang termasuk "aneh" itu.

Sebenarnya saya merasa kesal dan kasihan mendengar tertawaan mereka terhadap pemuda itu. Tapi saya tidak berani berbuat apa-apa dan hanya diam di sana. Ketika tatapan saya berpas-pasan dengan tatapannya, mungkin karena melihat ada seseorang yang tertarik akan khutbahnya, tanpa saya duga ia datang menghampiri tempat saya duduk. Dengan ramah ia menyapa dan duduk di sebelah saya. Ia menanyakan nama saya. Setelah saya jawab, tampaknya ia kaget. Dia bertanya, "Are you Moslem?" Saya jawab, "Yes, I am a Muslim." Dia bertanya lagi "Do you worship Mohammed?" Saya terkejut mendengar pertanyaannya. Ia menyangka Muslim menyembah Nabi Muhammad SAW. Saya mencoba menjawab pertanyaannya. "No, we do not worship him. We worship Allah Almighty." Dia bertanya lagi "Allah? Is that the name for one of gods of Arabs?" Saya kembali terkejut. Dia menyangka nama "Allah" merupakan salah satu nama dewanya orang Arab. Setelah saya jawab bahwa Allah itu bukan nama dewa orang Arab karena orang Kristen dan Yahudi Arab pun menyebut "Allah" sebagai Tuhan mereka, ia pun mulai mengajak diskusi mengenai konsep dosa dalam Islam.

Ketika saya menjelaskan hal tsb kepada Veso, nama missionaris tsb, tiba2 ada beberapa orang temannya yang datang dan duduk bersama kami. Salah seorang dari mereka bertanya apakah saya tahu mengenai keajaiban Bible yang ia pegang saat itu. Saya bilang saya tidak tahu. Dia pun mulai menjelaskan bahwa semua peristiwa di dunia yang terjadi saat ini sudah diprediksi di dalam Bible, termasuk perang dunia, runtuhnya Russia, dlsb. Lalu saya tanya kalau begitu Nabi Muhammad, Nabinya umat Islam yang jumlahnya milyaran jiwa, yang mengajarkan penghormatan tinggi terhadap Jesus dan ibunya, tentu telah diprediksi di dalamnya. Sang pemuda terlihat "taken by surprise", dan mengatakan tidak ada: "Nowhere in the Bible you can find a verse about your Prophet!". Lalu saya jawab lho bukankah tadi dikatakan semua big event di dunia telah diprediksi di Bible? Salah seorang lainnya dari mereka berkata "Oh yes, your Prophet is mentioned in the Bible. He is the Anti-Christ!". Veso terdiam terlihat merasa tidak enak dengan tingkah laku teman2nya.

Saya berusaha menjawab dengan tenang (menahan emosi yang agak naik juga sebenarnya), "Anti-Christ? Our Prophet told us too about the coming of the Anti-Christ (Dajjal) near the end of days. This Anti-Christ will be killed by Jesus Christ when he returns in his second coming." Pemuda tadi terlihat surprise, mungkin baru tahu bahwa di dalam Islam dikenal adanya "Anti-Christ" dan "the second coming of Jesus". Saya lanjutkan bercerita bahwa ketika Nabi Isa datang dia akan mematahkan salib (simbol penyaliban, yang diartikan beliau akan mengingkari dirinya disalib) dan membunuh babi (ada yang mengartikan "babi" di sini merefer ke "Dajjal/Anti-Christ", ada pula yang mengartikan Jesus akan mengingkari pernah menghalalkan babi untuk dimakan). Wajah kelima orang pemuda-pemudi misionaris, termasuk si Veso, yang duduk mengelilingi saya terlihat begitu curious karena belum pernah mengetahui hal ini ada dalam Islam.

Tetapi tiba2 seorang pemuda dari mereka bangkit dan sambil berkata "I curse Islam in the name of Jesus!". Lalu ia pun pergi meninggalkan kami yang hanya bisa melongo melihat tingkahnya. "Don't worry about him." kata Veso berusaha menenangkan situasi. Lalu kami pun berjabat tangan dan berpisah dengan saling berterima kasih telah sharing informasi. Saya tidak berharap banyak dari perjumpaan itu tapi hati saya merasa bersyukur diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk memberikan informasi kepada mereka mengenai Islam.

Golongan agnostic dan atheist biasanya tidak menghiraukan masalah keagamaan. "I do not care, God exists or not, Hell and Paradise exist or not." Mereka sama sekali tidak tertarik dengan salah satu agama dunia. Bagi mereka, agama adalah candu yang mengekang pengikutnya dari kemajuan zaman. Mereka lebih tertarik dalam dunia ilmu pengetahuan yang nyata dapat dirasakan manfaatnya. Banyak dari mereka yang dinilai berhasil dalam studinya di universitas. Meskipun mereka mengklaim tidak beragama, banyak adri mereka yang masih menjaga etika norma dalam masyarakat.

Yang menjadi penghalang mereka dari agama biasanya banyaknya pertanyaan mereka yang tidak mendapat jawaban yang memuaskan dari konsep ketuhanan agama. Contohnya: "Why God creates us?", "Why God creates evil?", "Why God sends people to hell?" Tidak sedikit dari mereka yang lari dari agama orangtua mereka karena banyak dari ajaran2nya yang didapat tidak masuk akal mereka (atau tidak bisa diterima oleh feeling mereka). Ada juga yang lari karena sikap munafik dan tidak simpatik dari penganut2nya.

Golongan hedonist menganut keyakinan bahwa selama hidup di dunia ini, kita harus menikmati semaksimal mungkin kenikmatan-kenikmatan yang ada. Mereka biasanya berasal dari golongankaya dan berkecukupan. Mereka umumnya masih memegang keimanan/agama mereka, tetapi ada pula yang telah membuang imannya. Bagi yang beragama, agama bagi mereka hanya sebagai penghibur hati di kala sedih. Ketika kesenangan datang, agama mereka lempar jauh-jauh. Saya melihat sendiri semasa kuliah dulu banyaknya mahasiswa dan mahasiswi yang menolak menerima pembagian cuma-cuma Bible oleh penyebarnya di pelataran kampus, bahkan beberapa orang melemparnya ke tong sampah.

Dalam da'wah diperlukan keahlian dalam mengapproach audience da'wah, dalam hal memahami kadar akal/logika mereka, keahlian bahasa mereka, dan kedudukan/tradisi mereka. Allah SWT berfirman:

"Tidaklah kami mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya agar dia menerangkan kepada mereka." (Ibrahim: 4)

Sejauh yang saya amati ada beberapa level pengetahuan dan attitude dari orang2 non-Muslim yang menjadi audience da'wah:
  1. Orang2 yang jujur benar2 ingin mendapatkan informasi mengenai Islam. Orang2 pada level ini biasanya banyak tidak tahu tentang Islam, bahkan banyak ajaran2 dasarnya (rukun Islam, rukun Iman, kitab dan Nabinya, dll) tidak diketahui mereka.
  2. Orang2 yang jujur benar2 ingin mendapatkan penjelasan dari pertanyaan2 mengenai Islam yang membingungkan mereka yang bisa jadi didapat dari media. Biasanya orang2 pada level ini tahu secara garis besar ajaran dan dasar2 Islam saja.
  3. Orang2 yang merasa sudah tahu mengenai Islam dan ajaran2nya (meskipun sumber yang salah) dan yakin akan keburukan Islam serta senang melakukan perdebatan dengan orang2 Islam untuk meyakinkan mereka akan keburukan agama mereka.
  4. Orang2 yang merasa yakin bahwa mereka sudah tahu mengenai Islam dan seluruh ajarannya (meskipun dari sumber yang salah) dan yakin akan keburukan serta bahayanya sehingga melakukan segala cara untuk menyebarkan tuduhan2 negatif terhadap Islam di publik dan media massa.

Perbedaan sikap dari non-Muslim ini disinggung di dalam Al Qur'an dengan reference ke Ahli Kitab:

"Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh." (Qur'an 3:114-115)

"Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya." (Qur'an 3:199)

Bagaimana cara berdiskusi/beradu-argumentasi/berdebat dengan kelompok2 yang berbeda2 ini? Allah SWT mengisyaratkan dalam Qur'an:

"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri". (Qur'an 29:46)

Dalam sirah Nabi bisa kita dapati insiden di mana Nabi SAW didatangi kunjungan sekitar 60 delegasi dari Najran yang beragama Nasrani yang kemudian terjadi perdebatan/adu argumentasi di antara mereka. Mereka diterima Nabi di masjid Nabawi. Ketika Nabi mengajak mereka masuk Islam, mereka berkilah "Kami sudah Islam". Nabi menjawab "Kalian belum Islam karena kalian menyembah salib, menghalalkan daging babi, dan mengangkat Nabi Isa sebagai anak Allah". Mereka menjawab "Kalau bukan Allah, siapa lagi ayahnya?" Terjadi tanya jawab antara Nabi dan para delegasi tentang sifat2 Nabi Isa yang berbeda dengan sifat2 Allah.

Meskipun Nabi secara logika telah menang dalam debat ini, tetapi para delegasi tetap bersikukuh akan keyakinan mereka, sampai Allah SWT menurunkan ayat mengenai mubahalah (doa bersama memohon Allah untuk menurunkan kutukan terhadap orang yang berbohong sehingga terlihat oleh kedua pihak siapa yang benar2 berbohong). Nabi SAW mengajak putri dan menantu beliau (Fatimah dan Ali bin Abi Thalib), serta cucu2 beliau (Hasan dan Husain) untuk diajak bermubahalah dengan delegasi Najran ini tapi kemudian para delegasi tidak berani karena takut kalau memang Muhammad itu benar2 Nabi, seluruh keluarga mereka akan terkena dampak kutukannya. Akhirnya mereka berdamai (dengan tetap memeluk agama mereka) dan berjanji setia kepada Nabi SAW as part of the community.

Kita tahu bahwa dalam berdiskusi semua pihak harus menyadari akan kemungkinan dicapainya suatu point dimana semua pihak harus "agree to disagree". Allah SWT mengisyaratkan dalam Al Qur'an agar dalam hal ini kita harus mengedepankan persamaan keyakinan (common ideas/beliefs), bukannya masalah perbedaan:

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Qur'an 3:64)

Ayat ini pun diquote Nabi SAW dalam surat beliau kepada kaisar Romawi, Heraclius.

Dr. Ahmad Sakr pernah bercerita bahwa ada satu Muslim community di suatu kota di Amerika yang ingin membeli sebuah gereja untuk dijadikan Islamic center dan school. Karena harganya yang tinggi mereka berusaha menawar harga tetapi tidak berhasil. Beberapa hari kemudian ada beberapa Christian Nuns yang datang ke masjid dan bertanya tentang Jesus in Islam. Ketika dijelaskan dan ditunjukkan ayat2 mengenai Nabi Isa dan ibunya di dalam Al Qur'an, para Nuns ini merasa terharu, dan berjanji akan membicarakan harga penjualan gereja dengan pihak gereja supaya bisa diturunkan harganya. Mereka berkata "kami merasa lebih lega bila bisa menjual gedung gereja itu kepada pihak Muslim yang masih menyembah Tuhan serta menghormati Jesus dan ibunya daripada kepada orang2 sekuler yang tidak menghormati Tuhan dan Jesus sama sekali." Akhirnya gedung gereja itu pun dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga yang ditawar oleh pihak Muslim. Ini contoh orang2 non-Muslim yang jujur seperti nomor 1 di atas.

Da'wah harus jelas fokus tujuannya (sharing information, correct misconceptions, etc), dan target audiencenya. Ada baiknya kalau tujuan yang ingin dicapai dibuat kecil scopenya supaya tidak terlalu besar agar bisa tercapai. Bagus lagi kalau ada planning jangka panjang dan jangka pendeknya. Seperti dalam jangka pendek yang ingin dicapai:
  • Membuat brosur atau pamflet berisikan jawaban terhadap pertanyaan2 yang biasa dilontarkan oleh non-Muslim.
  • Membuat basic kit buat brothers and sisters yang baru masuk Islam (new converts/reverts) - seperti cara2 ibadah, shalat, contact persons in community, etc.
  • Membuat pengajian buat new converts ini supaya mereka merasa di-welcome dalam Muslim community yang biasanya lebih dekat dengan orang2 dari negara2 asal mereka.
  • Membuat paket presentasi buat the schools and the libraries in the community.
  • Dlsb.

Terakhir yang amat penting dalam hal da'wah kepada non-Muslim adalah da'wah bil hal (da'wah dengan tingkah laku). Tingkah laku kita menjadi buku mengenai "Islam" atau "Muslim" yang dibaca oleh orang2 di sekitar kita. Perkataan yang tidak seragam dengan tingkah laku menimbulkan kesan munafik dan ini merupakan sikap yang tidak simpatik. Kita tentunya tidak ingin dicap munafik oleh manusia apalagi oleh Allah SWT. Na'udzubillah min dzalik. Sikap seperti ini jelas diperingatkan oleh Allah SWT dalam ayat:

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Qur'an 61:2-3)

Dalam sejarah Nabi SAW banyak kita lihat contoh2 suri teladan beliau dalam melakukan amalan2 yang beliau da'wahkan. Bahkan istri beliau berkata bahwa beliau adalah "Qur'an yang berjalan", maksudnya semua ajaran2 Qur'an beliau amalkan (tidak hanya mengajarkannya kepada orang lain tapi juga mempraktekkannya sendiri). Pernah suatu hari di saat Nabi SAW dan para sahabat beliau berada di masjid, masuk seorang Badui ke dalam masjid dan kencing di dalamnya. Beberapa sahabat ada yang berusaha mengusirnya, tetapi Nabi melarang dan berkata "Biarkan ia selesaikan hajatnya". Badui ini kagum akan tindakan Nabi yang bijaksana sehingga mengangkat tangannya dan berdoa "Ya Allah, berilah rahmat kepadaku dan kepada Muhammad, dan jangan yang lainnya". Nabi pun berkata padanya "Jangan kamu menyempitkan sesuatu yang sangat luas (rahmat Allah)".

Di zaman kekhalifan Ali (RA), Ali pernah kehilangan perisai beliau dan beliau mendapatinya dibawa oleh seorang Ahli Kitab (Yahudi). Khalifah Ali (RA) melaporkan kasus ini dan membawanya ke pengadilan. Di pengadilan, sang hakim bertanya apakah Khalifah memiliki bukti bahwa perisai itu milikinya. Ali (RA) menjawab ia tidak memiliki bukti apa2. Akhirnya pengadilan memenangkan si Ahli Kitab dalam kasus ini. Belum jauh ia berjalan keluar dari ruang pengadilan, ia berbalik berjalan menuju Ali (RA) dan berkata: "Sungguh, kejadian seperti ini tertulis dalam Hukum-hukum para Nabi di Taurat. Seorang Khalifah yang berkuasa kalah dalam pengadilan di kekhalifahannya yang dipimpin oleh hakim dalam kekhalifahannya pula. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad itu utusan Allah. Wahai Khalifah, perisai ini adalah milikmu. Aku mendapatinya di tengah padang dalam peperangan Shiffin." Ali (RA) yang merasa terharu akan pengakuan orang tadi menjawab "Ambillah, sekarang perisai itu menjadi milikmu." ...

Wallahu'alam.

Monday, September 04, 2006

Menganalisa metode propaganda anti Islam


Di tengah kemelut politik dunia akhir-akhir ini, Islam disudutkan sebagai agama yang mengajarkan terorisme dan penindas hak asasi manusia. Tidak sedikit kita jumpai pandangan-pandangan anti-Islam yang dipropagandakan untuk memperburuk image agama besar dunia yang penganutnya lebih dari satu miliar manusia ini.

Angin propaganda bertiup keras lewat buku-buku anti-Islam seperti Islam and Terrorism, Islamic Invasion, The Myth of Islamic Tolerance, Islam Unveiled, Prophet of Doom, Why I am Not a Muslim, dan Apostates Speak Out. Juga banyak artikel atau tulisan di internet yang berisikan pandangan serupa, yang mudah diakses dan dibaca di seluruh dunia.

Walaupun dikemas dengan gaya berbeda, pandangan-pandangan anti-Islam ini bernada sama: Islam dianalogikan dengan 'virus' yang bisa membuat orang normal menjadi ekstrem dan berbahaya. Alquran dipandang sebagai buku yang meracuni pemikiran manusia menjadi terbelakang, tidak toleran, serta penuh kebencian dan permusuhan terhadap semua orang yang berbeda agama.

Nabi Muhammad SAW, tokoh utama yang dijadikan idola setiap Muslim, yang namanya dibaca dalam doa di setiap shalat, digambarkan sebagai seorang yang buruk perangainya, seorang perampok dan pembunuh kejam, seorang poligamis yang merendahkan derajat wanita, juga seorang pedofil karena menikahi anak di bawah usia. Umat Islam dipandang rendah standar moralnya karena dianggap sama sekali tidak menghargai nyawa manusia.

Propaganda anti-Islam ini tidak hanya mempengaruhi kalangan awam, tetapi juga para tokoh agama dan politik di negara-negara non-Muslim. Akibatnya, tidak jarang keluar komentar buruk atau kebijaksanaan yang dirasa tidak adil terhadap orang-orang Islam di sana. Ketika komentar para tokoh ini diliput media nasional dan mendapat perhatian banyak orang, image Islam dan umatnya menjadi bertambah buruk di mata publik.

Umat Islam yang menjalankan ajaran dasar agamanya tidak jarang dipandang sebagai seorang ekstremis dan cikal bakal teroris yang harus selalu diwaspadai dan dicurigai sebagai seorang yang bersalah. Seakan-akan motto keadilan innocent until proven guilty tidak berlaku buat orang Islam. Yang terjadi malah sebaliknya: guilty until proven innocent.

Pandangan publik yang buruk ini membuat sebagian orang Islam yang hidup di negara-negara non-Muslim merasa malu menunjukkan identitas keislaman mereka. Sayangnya, di tengah situasi seperti ini, sedikit sekali dapat kita jumpai tanggapan para ulama Islam terhadap propaganda anti-Islam ini. Bilapun ada, tanggapan mereka jarang yang dipublikasikan di negara-negara non-Muslim. Padahal sangat diperlukan untuk mengubah persepsi yang salah.


Metode anti-Islam


Tulisan singkat ini dibuat untuk mengekspose metode-metode yang biasa digunakan kalangan anti-Islam dalam menyebarkan propaganda mereka, dan peran apa yang bisa dilakukan oleh umat Islam dalam menghadapi tantangan ini.

Metode pertama yang sering dijumpai adalah penggunaan informasi dari sumber-sumber yang tidak jelas dasarnya. Misalnya, banyak dari kalangan anti-Islam mengutip pernyataan dari kalangan orientalis maupun ulama Islam yang langsung dijadikan premis yang dianggap valid untuk mendukung tuduhan mereka tanpa dijelaskan dasar-dasar argumentasinya.

Contohnya, untuk menunjukkan bahwa Islam tidak mengenal toleransi beragama untuk menafikan ayat-ayat Al Qur'an tentang toleransi (seperti laa ikraha fiddin, lakum dinukum wa liyadin) mereka mengutip pendapat beberapa ulama Muslim yang mengatakan ''ayat-ayat toleransi'' sudah di nasakh (dibatalkan hukumnya) dengan ''ayat-ayat pedang (perang)''.

Seharusnya mereka menyadari bahwa pendapat siapapun mengenai Islam sekalipun dikeluarkan oleh mereka yang berstatus ulama argumentasinya harus berdasarkan sumber-sumber yang diakui, yakni Alquran dan Hadits shahih Nabi SAW. Apalagi, ini berhubungan dengan nasikh dan mansukh yang jelas harus ada keterangan langsung dari Nabi SAW. Tanpa ada dasar-dasar ini, pernyataan ulama hanya bisa diakui sebagai pendapat atau interpretasi pribadi, yang mungkin saja dikeluarkan dalam konteks dan situasi tertentu di zamannya.

Metode kedua adalah penggunaan sumber-sumber sejarah yang tidak reliable atau tidak terjamin otentisitasnya. Untuk menghujat Nabi SAW, kalangan anti-Islam biasanya mengutip kisah yang bisa ditemui di dalam kitab-kitab sirah Nabi dan tarikh Islam, seperti Ibnu Ishaq, Ibnu Sa'ad, dan Thabari, tanpa mempedulikan status kesahihan riwayat kisah tersebut.

Seharusnya mereka mengetahui bahwa kitab-kitab ini berbeda dengan kitab-kitab Hadits yang bisa dijumpai rantai periwayatannya dari informasi yang dicatat, sehingga bisa diteliti status keshahihannya. Imam Thabari sendiri menjelaskan dalam muqaddimah kitab tarikh-nya bahwa ia memasukkan semua berita yang didengarnya tanpa menyaring kembali kesahihan periwayatannya. Sayangnya, penjelasan beliau sebagaimana penjelasan ahli-ahli sejarah Islam lainnya tidak dipedulikan oleh kalangan anti-Islam ini.

Metode ketiga adalah penggunaan informasi yang parsial, tidak utuh, yang dijelaskan out of context, meskipun dari sumber-sumber yang sahih. Karena tidak mengandung informasi yang menunjukkan konteks dan fakta yang benar, kutipan-kutipan yang parsial cenderung menyebabkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan.

Ini bisa kita lihat ketika mereka mengutip potongan kisah-kisah kehidupan Nabi SAW yang diseleksi untuk menghujat beliau. Seharusnya mereka menyadari bahwa membaca perjalanan hidup Nabi serupa dengan menonton film kolosal berseri. Menonton hanya sepotong episode tidak akan membuat kita tahu jalan cerita yang sebenarnya. Bahkan, pihak yang benar bisa dianggap sebagai penjahat, sedang para penjahat bisa dianggap berada pada pihak yang benar.

Contoh lain misalnya pengutipan ayat-ayat perang dalam Alquran tanpa menjelaskan konteks diturunkannya, atau asbabun-nuzul-nya. Ayat 9:5 dikutip tanpa ayat 1-15 dalam surah yang sama, atau tidak dikutipnya ayat lain yang menjelaskan dua konteks yang berbeda, misalnya ayat 60:8-9.

Contoh lainnya dapat dilihat ketika tidak dikutipnya ayat-ayat Alquran, Hadits Nabi ataupun kisah-kisah dalam sirah, yang menggambarkan kemuliaan ajaran Islam atau sifat-sifat agung dan tanda-tanda kerasulan Nabi SAW. Padahal, semua ini sama-sama ada dalam kitab-kitab yang mereka gunakan untuk menghujat 'keburukan moral' Islam dan Nabi.

Metode keempat adalah penggunaan standar ganda atau standard berbeda dalam menghujat Islam dan Nabi. Standard ganda biasanya digunakan oleh kalangan anti-Islam dari golongan Kristen fundamentalis. Contohnya Nabi SAW dituduh nabi palsu dengan alasan beliau melakukan peperangan dan beristri banyak. Padahal, dalam kitab suci mereka sendiri didapati kisah para Nabi yang berperang dan yang memiliki banyak istri. Standar yang berbeda sering juga digunakan kalangan anti-Islam. Contohnya ketika Nabi dituduh sebagai pedofil karena menikahi Aisyah yang masih kecil berdasarkan standar modern yang tidak dikenal pada zaman kontemporer beliau. Tradisi ini tidak mendapatkan satu pun kecaman terutama dari musuh-musuh beliau saat itu yang selalu berusaha mencari kesalahan untuk dihujat.


Metode kelima adalah pengaburan sejarah Islam. Islam dituduh sebagai sumber keterbelakangan dan kemunduran. Padahal jelas sejarah menunjukkan kemajuan peradaban Islam jauh sebelum majunya peradaban di Barat. Islam dituduh pula sebagai penyebab sikap tidak toleran terhadap mereka yang berbeda agama. Padahal sejarah jelas menunjukkan bahwa umat Islam dapat hidup berdampingan dengan umat lainnya sejak zaman Nabi SAW di Madinah. Sejarah juga menunjukkan bahwa ketika dilancarkan inquisition di Spanyol pada abad pertengahan, berbondong-bondong orang Yahudi lari keluar Spanyol dan diberikan perlindungan di dalam kekhalifahan Islam. Ini menunjukkan anti-Semit tidak dikenal di dalam Islam seperti yang sering dituduhkan.

Metode keenam adalah penggunaan generalisasi. Ini biasanya dikaitkan dengan peristiwa kekerasan ataupun terorisme yang terjadi dalam pergolakan politik dunia Islam. Perbuatan sekelompok kecil orang Islam yang menyimpang dari ajaran Islam dinilai mewakili semua orang Islam, atau diidentikkan dengan ajarannya dan contoh dari Nabinya. Seharusnya mereka sadar bahwa menilai suatu agama tidak bisa dilihat dari perbuatan pemeluknya, tapi dilihat dari ajaran agama tersebut. Meskipun terorisme jelas dilarang dalam Islam dan mayoritas umat Islam mengutuknya, kalangan anti Islam tetap menyebarkan propaganda mereka bahwa Islam dan Muslim mendukung terorisme.


Peran ulama

Menghadapi tantangan merebaknya propaganda anti-Islam, para ulama sangat diharapkan berperan aktif dalam menjawab tuduhan-tuduhan tersebut dengan informasi dan argumentasi yang benar dan jelas. Jawaban para ulama hendaknya jangan hanya dipublikasikan di negara-negara Muslim, tetapi juga di negara-negara non-Muslim dalam bahasa mereka.

Selain ulama, pemerintah diharapkan pula dapat berperan aktif dengan usaha-usaha diplomasi serta mampu menunjukkan ketegasan sikap terhadap pihak-pihak yang mengobarkan kebencian dan permusuhan terhadap Islam dan umatnya.

Terakhir, tanpa mengecilkan perannya, umat Islam diharapkan untuk menuntut ilmu Islam secara benar dan utuh, serta tetap menunjukkan sikap kritis terhadap usaha-usaha penyebaran propaganda anti-Islam dengan berpegang teguh pada nilai-nilai mulia Islam yang rahmatan lil 'alamin. Kita semua menyadari bahwa dakwah yang paling efektif adalah da'wah bil-hal, sebagaimana dicontohkan oleh junjungan kita yang mulia, Nabi Muhammad SAW. Wallahu a'lam.

Tuesday, July 05, 2005

Conflict management buat umat

Terus terang saja, saya memiliki trauma mengenai unity dalam umat ini. Sudah banyak saya lihat perdebatan sengit di masjid, sampai menuju ke perkelahian fisik sesama Muslims, hanya karena diakibatkan perbedaan pendapat terhadap suatu hal yang sepele. Dalam rapat MSA (Muslim Students' Association), masjid committee members, bahkan dalam acara ceramah mingguan di dalam masjid, sempat pernah terjadi konflik macam ini. Sedihnya lagi, ada beberapa Muslim yang baru mencoba aktif di masjid, menjadi malas ke masjid kecuali untuk shalat Jum'at, karena perasaan was2 terjadinya conflict.

Itu baru dari sebuah local Muslim community. Belum lagi dari segi nasional, internasional. Banyak sudah orang mengumandangkan perlu ukhuwah Islamiyah, tapi tidak sedikit dari mereka malah membuat kotak2 baru di umat ini. Antara berbagai organisasi Islam tidak jarang konflik2 terjadi antara sesama Muslim akibat perbedaan visi, background dan metode2 da'wah yang tidak jarang membuat sekat2 pembatas, padahal masing2 mempunyai tujuan sama, yakni menjunjung tinggi kalimat Ilahi. Teringat selalu peristiwa masa lalu dalam sejarah perjalanan umat Islam, peristiwa pecahnya perang antara Ali dan Mu'awiyah, yang sama2 merasa berdiri di atas kebenaran, begitu pula sepeninggal mereka, antara Sunni dan Syi'ah, antara NU dan Muhammadiyah, dlsb.

Manusia yang diberikan akal dengan kapasitasnya masing2 oleh Allah SWT memiliki latar belakang yang berbeda2 sehingga normal saja bila manusia yang satu berbeda pendapat dengan manusia lainnya terhadap hal yang sama. Beda pendapat biasanya dilihat sebagai suatu hal yang negatif oleh banyak orang, padahal bisa menjadi hal yang positif apabila dengannya terbuka pandangan dan menjadi luasnya wawasan masing2 pihak. Perbedaan pendapat ini kalau tidak bisa di-manage atau di-handle dengan baik akan menyebabkan konflik di antara pihak2 yang berbeda pendapat. Dan pada umumnya konflik bersifat merugikan kalau membuat perpecahan atau permusuhan antara pihak2 yang mengalaminya.

Kalau saja orang2 Islam memahami bagaimana caranya me-manage perbedaan pendapat yang terjadi antara mereka tentunya konflik bisa dihindari sehingga tidak akan terjadi perpecahan bahkan perseteruan yang tajam antara sesama Muslim. Sayangnya, jarang sekali setahu saya di masjid2, sekolah2, organisasi2 Islam, kita dengar adanya materi2, workshop, atau seminar2 yang membahas bagaimana cara mengatasi konflik ini. Adanya guidelines atau petunjuk secara terstruktur cara keluar masalah ini sangatlah bermanfaat buat umat Islam yang kini tengah tidak bersatu akibat berbagai konflik (termasuk konflik antar pribadi/personal, ataupun antar jamaah).

Berikut ini contoh beberapa guidelines dalam menyelesaikan konflik dengan cara syura, musyawarah, yang saya dapat dari berbagai sumber:
  1. Kumpulkan fakta yang benar, hindarkan hearsays/gossips/rumors,
  2. Bersikap objective dan sabar, tidak subjective dan emosional,
  3. Hindari titik2 ekstrim yang bisa membuat lebih parah conflict,
  4. Coba lihat dari kedua pihak perspective (put yourself in other people shoes) untuk memahami perasaan pihak lain,
  5. Mau mengakui kebenaran atau argument pihak lain bila bisa diterima secara objective, dan mengakui kesalahan serta mengkoreksinya bila memang demikian setelah didiskusikan masalahnya,
  6. Rendah hati dan tetap menjaga akhlaq karimah.

Dr.Iqbal Unus dari ISNA (Islamic Society of North America) pernah menulis suatu artikel mengenai cara mengatasi conflict dengan metode SALAM:
  1. Stating the conflicting view,
  2. Agreeing the conflict exist, without making any judgment,
  3. Listening for and learning the difference,
  4. Advising one another, recognizing that the advisor is not always right, accepting the standard Al Qur'an and the authentic Sunnah,
  5. Minimizing areas of disagreement that could lead to aggression or withdrawal

Semua ini bisa disimpulkan dalam 3 metode:
1. Shura (musyawarah),
2. Naseeha (saling menasehati),
3. Ta'awun (saling kerja sama membangun/cooperation).

Apakah mungkin dengan mengajarkan materi seperti ini di dalam acara training dan seminar2 Islam dapat meminimize dampak negatif dari konflik yang telah ada atau bahkan dapat menghilangkannya dari umat? Sehingga persatuan yang selalu diimpikan dan didambakan menjadi realitas...?

Wallahu'alam.

Saturday, July 02, 2005

Moral standard at square one

Benar dan salah dalam dunia eksakta (empirical) lebih mudah ditentukan dibanding di dunia sosial, di mana moral standard yang dipakai oleh banyak orang berbeda2. Benar dan salah suatu statement dalam dunia eksakta ditentukan berdasarkan factuality dari statement tsb berdasarkan observasi dan logical reasoning yang dimiliki manusia. Kalau ada yang bilang bumi ini ceper seperti koin, tentu dianggap salah karena secara factual tidak demikian. Tapi kalau ada yang bilang sah2 saja berzina kalau suka sama suka, argument apa yang bisa digunakan untuk membuktikan salah atau tidaknya?

Ada yang bilang moral itu serba relatif. Tidak ada yang benar dan salah. Para pembela moral relativitas harus konsisten bahwa serial murderer macam Ted Bundy, Manson, dll, tidak bisa dihukum salah karena salah benar itu relatif saja menurut teori mereka. Lalu apa yang dijadikan standard moral dalam hidup ini?

Apakah bisa kita mencontoh dari alam sekitar (dunia hewan), siapa kuat dia yang menang (survival the fittest)? Jadi tidak boleh disalahkan orang menzalimi orang lain karena dia lebih kuat dari orang yang dizalimi tsb. Atau apakah bisa kita jadikan suara mayoritas sebagai standard morality? Teringat kasus pembantaian oleh kaum mayoritas di Serbia, Nazi, dlsb. Atau apakah bisa kita jadikan hati nurani sebagai standard morality? Hati nurani siapa yang mau dijadikan patokan? Apakah hati nurani koruptor, pelacur, kiyai, dll, sama? Apa kriterianya? Orang biasa hidup bergelimang dosa, tentu tidak akan menganggap perbuatannya dosa.

Ada yang bilang moral standard harus didasarkan kepada untung dan rugi semua pihak yang bersangkutan (utility theory). "Perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan", inikah golden rule of moral standard? Berzina kalau suka sama suka itu tidak ada salahnya, selama tidak ada yang dirugikan. Homosex dan incest pun kalau tidak ada yang dirugikan tidak ada salahnya. Pencurian dan korupsi itu salah kalau ada yang dirugikan. Kalau tidak ada yang dirugikan, apakah berarti tidak lagi salah?

Ketika membahas hal ini, sering orang lupa bahwa manusia itu makhluk sosial, di mana setiap aktivitas seorang pasti bersinggungan dengan kepentingan orang lain langsung maupun tidak langsung, private maupun publik. Dalam banyak hal yang complex, perhitungan untung dan rugi sulit digunakan menjudge mana salah dan benar? Dari pihak mana untung dan rugi ini dilihat? Suatu perbuatan akan dibilang benar oleh orang yang untung tapi akan dibilang salah oleh orang yang rugi. Sampai sekarang banyak social issues seperti war, capital punishment, abortion, euthanasia, homosexual, dll, yang masih dalam perdebatan whether or not it is ethical or acceptable. Misalnya anda menempatkan diri sebagai seorang dokter yang mendapat permintaan euthanasia "mercy killing" dari seorang pasien anda:

- Apakah anda akan merasa senang membunuh pasien (dengan menghentikan semua alat life-supportnya)? Pasien mungkin akan senang karena merasa akan terlepas dari pain/suffering yang dialaminya setelah mati. Tapi apakah anda senang telah menghilangkan nyawa orang dengan sengaja?

- Kalau anda tidak senang (menjadi pembunuh), apakah tindakan itu perlu anda lakukan untuk membuat pasien lepas dari penderitaannya? Apakah anda akan paksakan perasaan anda untuk membenarkan tindakan ini karena merasa perlu dilakukan?

Ini pun baru satu contoh. Banyak contoh lainnya. Misalnya lagi, anda mendapat kesempatan emas to have an affair with a beautiful woman, without worry about getting caught by your wife. You are happy, your sex partner is happy, and your wife doesn't know, so nobody gets hurt. Apakah ini menjadi benar dan ethical? Apakah kebohongan dan pengibulan (kalau tidak ketahuan dan tidak ada yang dirugikan) akan menjadi suatu hal yang benar, ethical dan acceptable? Acceptable dalam pandangan siapa? Diri sendiri atau society? Atau mungkin lebih jauh lagi, acceptable dalam pandangan Tuhan pencipta manusia itu sendiri? Semua usaha mencari standard moral dengan akal akan kembali lagi ke square one. Terombang-ambing di tengah2 samudra berbagai macam pemikiran ini, tidak sedikit manusia menjadi bingung dan tidak tahu kemana lagi akan melangkah pasti dalam hidup ini. Sudah seharusnya agama dilirik dan dipelajari kembali.

"Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha.
Qad aflaha man zakkaha wa qad khaba man dassaha" (Qur'an 91:8-10).

"Fa imma ya'tiyannakum minni hudan, fa man tabi'a hudayya
fa la khaufun 'alaihim wa la hum yahzanun" (Qur'an 2:37).

Wallahu'alam bi shawab...