Saturday, July 02, 2005

Moral standard at square one

Benar dan salah dalam dunia eksakta (empirical) lebih mudah ditentukan dibanding di dunia sosial, di mana moral standard yang dipakai oleh banyak orang berbeda2. Benar dan salah suatu statement dalam dunia eksakta ditentukan berdasarkan factuality dari statement tsb berdasarkan observasi dan logical reasoning yang dimiliki manusia. Kalau ada yang bilang bumi ini ceper seperti koin, tentu dianggap salah karena secara factual tidak demikian. Tapi kalau ada yang bilang sah2 saja berzina kalau suka sama suka, argument apa yang bisa digunakan untuk membuktikan salah atau tidaknya?

Ada yang bilang moral itu serba relatif. Tidak ada yang benar dan salah. Para pembela moral relativitas harus konsisten bahwa serial murderer macam Ted Bundy, Manson, dll, tidak bisa dihukum salah karena salah benar itu relatif saja menurut teori mereka. Lalu apa yang dijadikan standard moral dalam hidup ini?

Apakah bisa kita mencontoh dari alam sekitar (dunia hewan), siapa kuat dia yang menang (survival the fittest)? Jadi tidak boleh disalahkan orang menzalimi orang lain karena dia lebih kuat dari orang yang dizalimi tsb. Atau apakah bisa kita jadikan suara mayoritas sebagai standard morality? Teringat kasus pembantaian oleh kaum mayoritas di Serbia, Nazi, dlsb. Atau apakah bisa kita jadikan hati nurani sebagai standard morality? Hati nurani siapa yang mau dijadikan patokan? Apakah hati nurani koruptor, pelacur, kiyai, dll, sama? Apa kriterianya? Orang biasa hidup bergelimang dosa, tentu tidak akan menganggap perbuatannya dosa.

Ada yang bilang moral standard harus didasarkan kepada untung dan rugi semua pihak yang bersangkutan (utility theory). "Perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan", inikah golden rule of moral standard? Berzina kalau suka sama suka itu tidak ada salahnya, selama tidak ada yang dirugikan. Homosex dan incest pun kalau tidak ada yang dirugikan tidak ada salahnya. Pencurian dan korupsi itu salah kalau ada yang dirugikan. Kalau tidak ada yang dirugikan, apakah berarti tidak lagi salah?

Ketika membahas hal ini, sering orang lupa bahwa manusia itu makhluk sosial, di mana setiap aktivitas seorang pasti bersinggungan dengan kepentingan orang lain langsung maupun tidak langsung, private maupun publik. Dalam banyak hal yang complex, perhitungan untung dan rugi sulit digunakan menjudge mana salah dan benar? Dari pihak mana untung dan rugi ini dilihat? Suatu perbuatan akan dibilang benar oleh orang yang untung tapi akan dibilang salah oleh orang yang rugi. Sampai sekarang banyak social issues seperti war, capital punishment, abortion, euthanasia, homosexual, dll, yang masih dalam perdebatan whether or not it is ethical or acceptable. Misalnya anda menempatkan diri sebagai seorang dokter yang mendapat permintaan euthanasia "mercy killing" dari seorang pasien anda:

- Apakah anda akan merasa senang membunuh pasien (dengan menghentikan semua alat life-supportnya)? Pasien mungkin akan senang karena merasa akan terlepas dari pain/suffering yang dialaminya setelah mati. Tapi apakah anda senang telah menghilangkan nyawa orang dengan sengaja?

- Kalau anda tidak senang (menjadi pembunuh), apakah tindakan itu perlu anda lakukan untuk membuat pasien lepas dari penderitaannya? Apakah anda akan paksakan perasaan anda untuk membenarkan tindakan ini karena merasa perlu dilakukan?

Ini pun baru satu contoh. Banyak contoh lainnya. Misalnya lagi, anda mendapat kesempatan emas to have an affair with a beautiful woman, without worry about getting caught by your wife. You are happy, your sex partner is happy, and your wife doesn't know, so nobody gets hurt. Apakah ini menjadi benar dan ethical? Apakah kebohongan dan pengibulan (kalau tidak ketahuan dan tidak ada yang dirugikan) akan menjadi suatu hal yang benar, ethical dan acceptable? Acceptable dalam pandangan siapa? Diri sendiri atau society? Atau mungkin lebih jauh lagi, acceptable dalam pandangan Tuhan pencipta manusia itu sendiri? Semua usaha mencari standard moral dengan akal akan kembali lagi ke square one. Terombang-ambing di tengah2 samudra berbagai macam pemikiran ini, tidak sedikit manusia menjadi bingung dan tidak tahu kemana lagi akan melangkah pasti dalam hidup ini. Sudah seharusnya agama dilirik dan dipelajari kembali.

"Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha.
Qad aflaha man zakkaha wa qad khaba man dassaha" (Qur'an 91:8-10).

"Fa imma ya'tiyannakum minni hudan, fa man tabi'a hudayya
fa la khaufun 'alaihim wa la hum yahzanun" (Qur'an 2:37).

Wallahu'alam bi shawab...

No comments: