Sunday, October 17, 2010

Penulisan Hadits dan Qur'an

Ada yang bertanya mengapa kalau hadits sudah ditulis sejak jaman Rasulullah SAW hidup kok harus dicantumkan para perawinya. Saya lihat sepertinya ada ambigous context dalam pertanyaan tersebut yang saya ingin clearkan dulu...

Pertama:

Hadits memang telah ditulis sejak zaman Rasulullah SAW dalam lembaran2 suhuf yg dimiliki beberapa sahabat dan murid mereka. Pendapat ini pernah saya posting sebelumnya di milis IMSA. Dr. M. Mustafa Azami seorang hadith scholar yang menyelesaikan doktoralnya dalam bidang hadith dari Cambridge University menulis dalam bukunya "Studies of Early Hadith Literature" mengenai kumpulan hadits yang ditulis oleh para sahabat Nabi, termasuk di dalamnya "Ash-Shahifa ash-Shadiqa" yang memuat kumpulan haditsnya Abdullah bin Amr bin Ash RA (w. 65 AH) dan "Ash-Shahifa Hammam ibn Munabbih" yang memuat kumpulan haditsnya Abu Hurairah RA (w. 60 AH). Beberapa list of early compilation of hadith bisa juga dibaca di link ini.


  1. `Abd Allah ibn `Amr ibn al-`As (d. 63), al-Sahifa al- Sadiqa, originally containing about 1,000 hadiths of which 500 reached us, copied down by `Abd Allah directly from the Prophet - upon him blessings and peace - and transmitted to us by his great-grandson `Amr ibn Shu`ayb (d. 118);
  2. Hammam ibn Munabbih's (d. 101 or 131) al-Sahifa al- Sahiha which has reached us complete in two manuscripts containing 138 hadiths narrated by Hammam from Abu Hurayra (d. 60), from the Prophet - upon him blessings and peace;
  3. The lost folios of Aban ibn `Uthman (d. 105) the son of `Uthman ibn `Affan (d. 35), from whom Muhammad ibn Ishaq (80-150/152) narrated;
  4. The accomplished works of `Urwa (d. ~92-95) - the son of al-Zubayr ibn al-`Awwam and grandson of Asma' and `A'isha the learned daughters of Abu Bakr the Truthful. `Urwa ordered them burnt, after a lifetime of teaching from them, during the sack of Madina by the armies of Syro-Palestine under Yazid ibn Mu`awiya in 63;
  5. Muhammad ibn Shihab al-Zuhri's (d. 120) Sira, from which Ibn Ishaq also borrowed much;
  6. `Asim ibn `Umar ibn Qatada ibn al-Nu`man al-Ansari's (d. 120 or 129) Maghazi and Manaqib al-Sahaba, another principal thiqa source for Ibn Ishaq and others;
  7. `Abd Allah ibn Abi Bakr ibn Muhammad ibn `Amr ibn Hazm al-Ansari's (d. 135) tome, another main source for Ibn Ishaq Ibn Sa`d, and others;
  8. The most reliable Sira of the Madinan Musa ibn `Uqba al-Asadi (d. 141), praised by Imam Malik and used by Ibn Sa`d and others.


Other resources yg bisa dibaca:
http://www.islamic-awareness.org/Hadith/hadith.html
http://www.sunnipath.com/library/Articles/AR00000254.aspx (Dr.M.Hamidullah adalah Muslim scholar yang menginvestigasi manuscripts dari Hammam bin Munabih, muridnya Abu Hurairah RA, yang ditemukan di library di Damascus dan di Berlin).



Kedua:

Hadits2 yang ditemukan dalam suhuf2 para sahabat ini jelas berbeda metode penulisannya dengan yg bisa ditemukan dalam kitab2 hadits kumpulan para Imam hadits seperti Bukhari, Muslim, Abu Dawud dll, yang memang datang di jaman yang berbeda setelah para sahabat dan tabi'in, yang perlu mencantumkan list of narrators (isnad) sebagai usaha mereka memverifikasi reliability dari narrators/perawi tersebut. Sedangkan hadits yang ditulis para shahabat tidak mencantumkan isnad ini kecuali bila mereka tidak mendengar langsung dari Nabi.

Meskipun demikian, Dr. M.Hamidullah, yang meneliti beberapa manuscripts Hammam bin Munabih, menemukan hadits2 dalam manuscripts tsb juga ditemukan serupa dengan hadits2 yang ditulis dalam kitab2 hadits oleh Imam2 yang hadits yang datang di jauh hari berdasarkan pencarian mereka sendiri, yang menunjukkan proofs of the reliability of these reports.

Early hadith manuscripts Sahifah Hummam bin Munabbih bisa dibaca di bukunya Dr.M.Hamidullah "An introduction to the conservation of hadith" (http://www.islamicbookstore.com/b7729.html). 

Kalau mengenai hal salinan/copy hadits dari original source, mengapa hanya hadits yang dipertanyakan? Mushaf Al Qur'an yang kita baca juga salinan dari copy mushaf yang juga salinan suhuf2 yang ditulis di jaman Nabi SAW (yang dikumpulkan selepas beliau wafat di jaman Abu Bakar, dan dibukukan di jaman Utsman bin Affan dan disebarkan copynya ke beberapa wilayah kekhalifahan Islam). Jadi kita sebenarnya juga tidak memiliki original source tulisan al Qur'an dari jaman Nabi, bahkan original mushaf asli dari jaman Utsman pun tidak ada yang tahu pasti ada di mana. Kedua mushaf Qur'an tertua di museum Topkapi dan Tashkent meskipun diperkirakan dari 1st century hijra, masih diperdebatkan apakah mushaf tsb merupakan benar2 original copy dari mushaf Utsman. Apakah dengan tidak adanya original source atau salinan langsung dari original source ini berarti Al Qur'an tidak bisa dipercaya lagi? 

Pertanyaan ini adalah pertanyaan mendasar setiap orang yang meneliti otentisitas al Qur'an maupun hadits. Kita tidak perlu takut untuk bertanya, daripada disimpan di dalam hati tanpa adanya usaha mencari jawabannya, karena lama kelamaan kalau tidak dijawab, kalau pertanyaan yg sama muncul lagi ini bisa menimbulkan doubts terhadap iman di hati. Qur'an sendiri banyak menchallenge pembacanya untuk membuktikan kebenarannya, bukan hanya challenge tapi method to prove it false (4:82). But it's up to everyone the best way how to deal with his/her faith.

Sebenarnya point yang saya mau tunjukkan adalah bahwa the reliability of the Qur'an, juga hadits or any oral transmission for that matter, tidak tergantung kepada aspek tulisan semata, tapi tradisi penghapalan dan konsistensi antara satu report dengan yang lain. Karena evidences of EARLY written manuscripts mendukung tingkat reliability dari suatu penghapalan narasi/report, aspek yang satu ini sering menjadi modus operandi orientalists untuk mengkritik authenticity of the Qur'an maupun hadits Nabi. Ini dikarenakan evidence of early writings tidak dijumpai dalam studi kitab2 suci lainnya (Bible, Gita, Veda, etc) sebagaimana halnya Qur'an.

Sebagai contoh reliability of the Qur'an tidak tergantung semata2 kepada tulisan/mushaf, kalau semisalnya semua mushaf Al Qur'an di atas bumi dibakar, umat Islam bisa menuliskan the exact same copy of the mushaf karena tradisi penghapalan yang kuat ini yang diwariskan turun temurun sejak jaman Nabi SAW, pembacaannya dalam shalat setiap hari, tradisi tadarusan/study daily-weekly-monthly baik secara individu maupun groups, dst. Tradisi penghapalan yang kuat ini bukan hanya Qur'an tetapi juga hadits Nabi.  

Ini dilihat dari segi reliability/authenticity of the text, belum dari segi analysis of its content (seperti yang mas Arif tulis), meskipun keduanya IMHO independent of each other. Tanda-tanda mu'jizat Al Qur'an bisa dipelajari dari segi balaghah sastra ayat2nya, konsistensi satu ayat dengan yang lain, ayat2 science yang jauh lebih maju dari masa diturunkannya, prophecies/ramalan2 masa depan yang terbukti kebenarannya, juga tanda2 kebenarannya seperti disebutkan dalam kitab2 sebelumnya. Hal yang sama juga bisa dilihat dari hadits Nabi SAW meskipun memang dari segi balaghah hadits jauh beda dengan Qur'an yang membuktikan the "author" of the Qur'an is not the same as the "author" of hadith. 

Kalau kita belajar hadits lebih jauh, tidak sedikit hadits2 yang mengandung kandungan isyarat mengenai science, meskipun IMHO tidak semuanya bisa diinterpret literally (termasuk hadits Nabi "antum a'lamu bi umuri dunyakum"). Ada buku2 bagus mengenai hal ini:
  • "Mukjizat Al Qur'an dan As-Sunnah tentang IPTEK" (dua volumes, berdasarkan research papers yang ditulis Muslim scholars dalam seminar Islam internasional di Indonesia tahun 1994), 
  • "Pembuktikan sains dalam Sunnah" (3 volumes, yang ditulis Dr.Zaghlul An-Najjar) yang membahas hadits2 yang bisa dianalisa kebenarannya berdasarkan sains modern.
Hadits2 Nabi juga banyak mengandung prophecies Nabi SAW mengenai kejadian2 di masa selepas beliau termasuk tanda2 di akhir zaman, yang sebagian telah terbukti kebenarannya dan sebagian lagi belum lagi datang masanya.

Hadits sebagaimana layaknya historical record bisa dianalisa sumbernya (sanad) dan content/textnya (matan). Keshahihan sanad belum tentu berkorelasi dengan keshahihan matan. Studi mengenai matan hadits ini bisa dibaca dalam banyak buku kritik hadits, seperti yg ditulis oleh Mustafa Assibai, Yusuf Qardhawi, Ali Mustafa Yaqub, dll. Banyak metode dan analisa yg digunakan para hadith scholars untuk menganalisa matan hadits, seperti metode tarjih, asbabul wurud, illat, analisa lafazh, majaz/allegorical, dst. Point yg biasanya ditekankan adalah jangan terburu2/gegabah mengklaim hadits tidak percaya tanpa belum adanya usaha sungguh2 untuk menganalisanya.

Berikut ini ceramah mengenai hadits oleh Dr.Jonathan Brown dari Univ of Washington di MIT (beberapa bulan yang lalu saya sempat bertemu dengannya waktu berkunjung ke Salem, OR, dan dia bilang akan pindah mengajar ke salah satu universitas di Washington DC area): https://www.youtube.com/watch?v=kZlEtV0rDPA


Tolong dikoreksi bila ada yang salah.
Semoga bermanfaat...

Wallahu'alam.

No comments: