Saturday, October 25, 2008

Menulis SWT dan SAW di belakang tulisan Allah dan Nabi

Kabarnya menulis karya ilmiah di IAIN/UIN tidak diperkenankan menulis SWT atau SAW di belakang tulisan Allah dan Nabi Muhammad.

Saya rasa kita semua tahu bahwasanya tidak menulis SWT di belakang nama Allah tidak akan mengurangi kebesaran dan keagungan-Nya. Menurut saya penulisan ini lahir dari perasaan kita yang ingin memberikan special title kepada-Nya (yang membedakannya dengan nama2 lainnya) Tradisi penulisan ini bisa dijumpai dalam kitab2 karya ulama2 Islam sejak dulu hingga kini. Mungkin juga tradisi ini mengikuti isyarat dalam Qur'an untuk pengagungan Allah (dalam ayat 39:67), juga banyak ayat2 lainnya di Qur'an seperti 6:100, 10:18, 16:1, 17:43, 30:40. Selain SWT, penulisan AWJ ('Azza wa Jalla) juga bisa dijumpai dalam tulisan2 ulama2 Islam ini. Mungkin kita bisa samakan dengan tradisi penulisan panggilan atau gelar nama orang2 terhormat dalam masyarakat, seperti presiden, atau kiyai haji, dan lainnya.

Begitu pula tradisi penulisan SAW yang bisa dijumpai dalam kitab2 ulama2 Islam. Mungkin ini lahir karena perasaan ingin mengikuti perintah dalam Al Qur'an untuk bershalawat kepada Nabi (33: 56) juga hadits2 Nabi yang mengingatkan akan meruginya mereka yang tidak mau menyebut shalawat kepada beliau ketika nama beliau disebutkan.

Berdosa atau tidaknya, atau masuk tidaknya ke dalam neraka, orang2 yang tidak menulis SWT dan SAW di belakang nama Allah dan Nabi, saya rasa itu urusan Allah SWT yang menilai niat di hati setiap orang. Kalau memang niat seseorang memang tidak mau mengagungkan Allah atau tidak mau bershalawat kepada Nabi, ayat2 di atas dan hadits2 Nabi sudah mengingatkan.

Yang kita sayangkan adalah kalau anak2 Islam dididik untuk memiliki feeling "inferiority complex" atau dikikis sedikit demi sedikit perasaan "respect" dalam hati mereka sehingga merasa malu atau tabu untuk mengagungkan Allah SWT atau bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW dalam tulisan2 mereka  dengan alasan "nggak enak nanti orang non-Muslim tersinggung sama tulisan kita". Mental mereka menjadi rendah dan tidak lagi memiliki izzah sebagai Muslim. Na'udzu billah. Saya sendiri kadang menulis God Almighty ketika berdiskusi dengan non-Muslim. Atau kalau saya tulis Allah SWT, biasanya saya translate artinya biar mereka mengerti. Begitu pula dengan Nabi SAW, kadang saya tulis "The Prophet", atau kadang pula "Muhammad" kalau berdiskusinya sudah dalam taraf adu argumentasi yang tidak boleh terlihat adanya bias religious feeling.

Kalau mengenai topik tentang kemarahan banyak orang Islam kepada IAIN/UIN beberapa tahun belakangan ini, saya rasa bisa dilihat dari munculnya beberapa insiden atau tulisan2 kontroversial yang berasal dari beberapa orang yang berlatar belakang universitas Islam ini. Misalnya dulu pernah ada mahasiswa IAIN Bandung yang bertakbir "anjinghu akbar" (bisa dilihat klipnya di youtube: http://www.youtube.com/watch?v=5lizJRwnDPQ). Atau ada pengajar IAIN Surabaya yang sengaja menulis lafazh Allah di sebuah kertas kemudian membuangnya dan diinjak2 seraya berteriak (Gatra, 7 Juni 2006), atau terbitnya buku "Indahnya Pernikahan Sesama Jenis" yang berisikan artikel jurnal Fakultas Syari'ah IAIN Semarang tahun 2004. Atau  tahun ini kita sempat dikagetkan dengan laporan Jakarta Post tentang  Kita semua tahu bahwa sebenarnya tidak semua orang2 IAIN/UIN seperti itu, tapi saya rasa kita bisa memahami mengapa banyak orang Islam di tanah air saat ini melihat pendidikan di IAIN/UIN sedemikian curiga dan negatif sampai menimbulkan istilah2 negatif pula.

Wallahu'alam.

No comments: