Sunday, June 20, 2010

Kisah Asma bint Marwan dan Ka'ab bin Asyraf

Dua kisah yang sering dibawa oleh Islamophobes untuk menghujat Nabi SAW adalah kisah pembunuhan Asma' bint Marwan dan Ka'ab bin Asyraf.

Kisah Asma bint Marwan ini meskipun ditemukan dalam sirah Ibn Ishaq, Ibn Hisyam, dan Ibn Sa'ad, dilihat dari sanadnya tidak bisa dipercaya. Dengan demikian, logically, tidak relevant lagi pertanyaan bagaimana Asma bint Marwan menemui ajalnya, karena ada atau tidaknya figure tersebut pun tidak bisa diketahui secara pasti historically.

Ini pelajaran buat kita, jangan percaya begitu saja semua kisah2 dalam sirah2 Nabi SAW tanpa mencheck reliability nya. Tidak sedikit kisah2 di sirah Nabi yang tidak memiliki sanad sehingga tidak bisa ditrace reliability nya seperti halnya dengan hadits. Tidak sedikit pula kisah2 di sirah yang memiliki sanad bahkan cenderung bisa ditemukan similarity nya dengan kisah di dalam hadits pula.

Kisah Ka'ab ibn Ashraf ini ditemukan dalam hadits shahih Bukhari, Abu Dawud, dll.
Kisahnya ini terjadi setelah perang Badar, ketika umat Islam dalam persiapan perang menghadapi pembalasan Quraisy menyerang umat Islam. Ka'ab pergi ke Mekkah dan mengobarkan semangat balas dendam Quraisy terhadap kekalahan mereka di Badr. Ini dilakukannya dengan syair2 provokasi mendorong Quraisy menghabisi umat Islam dan Muhammad di Madinah. Ibn Hisham p.365-366 states that when Ka'ab "became certain that the news was true he left the town and went to Mecca to stay with al-Muttalib who was married to `Atika. She took him in and entertained him hospitably. He began to insults against the Apostle and to recite verses in which he bewailed the Quraysh who were thrown into the pit after having been slain at Badr."

Kejadian ini terjadi dalam masa peperangan dan Ka'ab dengan jelas berpihak pada musuh dan memanasi mereka untuk menghabisi umat Islam. Ini mirip dengan propaganda kebencian dan permusuhan ang disebarkan Nazi untuk menghabisi 6 juta orang Yahudi.   Ka'ab juga menyebarkan propaganda kebencian dan permusuhan terhadap kaum Muslimin dengan syair2nya, termasuk menghina kehormatan perempuan2 Muslim. Ibn Hisham p.367 menyebutkan: "Then he composed amatory verses -expression of exciting sexual love- of an insulting nature about the Muslim women."  Syair/poetry saat itu di Arab merupakan one dangerous weapon yang bisa digunakan untuk memprovokasi terjadinya permusuhan, pembunuhan dan peperangan. Semua historians jelas2 mengakui hal ini, termasuk  orientalists seperti Rodinson, Margoliouth. "Satire was a far more effective weapon in Arabia than elsewhere" (Margoliouth, Mohammed, p.278).

Sirah Ar-Rahiq Al-Makhtum juga menyebutkan: "On hearing the news of Badr -that Qur'aish was lost-, he [Ka'ab] got terribly exasperated and swore that he would prefer death to life if the news was true. When this was confirmed he wrote poems satirizing Muhammad (peace be upon him), eulogizing Quraish and enticing them against the Prophet (peace be upon him). He then rode to Makkah where he started to trigger the fire of war, and kindle rancour against the Muslims in Madinah." (p.241)

Ka'ab tidak hanya memprovokasi pihak Mekkah tapi juga di Madinah kepada orang2 munafik dan Yahudi dengan kata2 vulgarnya. Saat itu orang2 Islam sedang mempersiapkan segala resources mereka untuk menghadapi pembalasan dari Quraisy (di Uhud), dan dalam situasi seperti itu pun Nabi Muhammad SAW sempat memperingati Ka'ab untuk berhenti dari provokasinya, tapi tidak dihiraukan: "He (Ka'b) refused, after warnings from the Prophet, to stop his dirty campaign and sinister intrigues. He was bent on fomenting a revolt against the Prophet and the Muslims in Madinah. By all these actions, Ka'b had openly declared war against the Prophet. He was dangerous and a public enemy to the nascent Muslim state" (Biography of the Prophet's Companions).

Nabi SAW sebagai pimpinan negara Madinah saat itu juga pemimpin perang berhak mengambil tindakan untuk menstop provokasi Ka'ab ini sebelum non-Muslims di Madinah terpengaruh kebencian dan memberontak untuk menghabisi umat Islam dari dalam. Sebenarnya tindakan Ka'ab jelas2 merupakan act of treason dan Bani Nadir (kaumnya Ka'ab) mendiamkannya saja (padahal mereka turut menandatangi perjanjian damai di Madinah), meskipun demikian, Nabi tidak menghukum seluruh Bani Nadir, tapi hanya menghukum si provokator. Ka'ab tinggal di fortress (benteng) yang besar dan dia termasuk orang yang disegani kaumnya dan banyak pengikutnya. Untuk memeranginya langsung tidak mudah karena akan menimbulkan peperangan dengan Bani Nadir dan meluasnya chaos di dalam Madinah, di saat para kafir Quraisy sudah siap mengattack kapan saja.

Para Islamophobes berlaku tidak honest dengan mengklaim bahwa Ka'ab tidak pantas untuk dibunuh karena cuma mengeluarkan kata2 hinaan saja yang merupakan "freedom of expression", karena mereka tidak menerangkan the whole story dan tidak melihat dari sudut pandang mereka yang sedang berperang pada zaman tsb. Dengan retorika dan pemilihan kata2 yang dibuat sedemikian rupa para Islamophobes ini berusaha membuat para pembacanya tidak melihat rangkaian peristiwa yang menyebabkan peristiwa tsb terjadi. Para Islamophobes ini juga berusaha membuat impression dengan permainan kata2, bahwa Ka'ab sebagai seorang kriminal biasa yang harus diadili dengan hukum yang berlaku. Apakah mereka lupa (atau tidak tahu) hukum apa yang ada di zaman Arab saat itu untuk mengadili orang yang melakukan act of treason dan menyebarkan propaganda berbahaya, apalagi di tengah2 pada masa peperangan?

Tolong dikoreksi kalau ada yang salah dan kurang.
Mudah2an bermanfaat...

No comments: