Saturday, March 31, 2007

Sekilas mengenai da'wah di Amerika


Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya" (Al Qur'an 5:67)


"Dari Muhammad, hamba dan utusan Allah, kepada Heraclius, kaisar Romawi. Salam kepada mereka yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya saya mengajak anda untuk memeluk Islam agar anda selamat (surat Nabi kepada Kaisar Heraclius - HR.Bukhari)

Ada sebuah artikel yang pernah saya baca yang mengatakan bahwa kita yang sudah Islam ini tidak perlulah bersusah2 mengajak orang untuk memeluk Islam seperti halnya para misionaris Kristen yang mengajak orang memeluk Kristen. Dikatakan dalam artikel tsb bahwa di dalam Islam tidak ada paksaan dalam beragama, "la ikraha fiddin", "lakum dinukum wa liyadin". Meskipun dasar2 nash yang dipakai dalam artikel ini benar adanya, tetapi artikel tsb mengandung "half-truth" atau "partial information" karena penulisnya tidak memasukkan nash2 yang lain yang menganjurkan adanya da'wah kepada mereka yang belum memeluk Islam yang banyak ditemui dalam Al Qur'an, termasuk dalam sejarah perjalanan da'wah yang ditempuh Nabi SAW, seperti salah satu surat beliau yang dikutip di atas. Karena penggunaan basis argumentnya hanya partial, kesimpulan yang diambil penulis artikel tsb bisa salah.

Benar, tidak ada paksaan untuk memeluk Islam. Benar, dalam Islam diakui kebebasan beragama. Tetapi ini tidak berarti di dalam Islam tidak dikenal adanya da'wah, mengajak orang kepada Islam. Nabi SAW sejak diutusnya sampai beliau wafat selalu mengajak orang2 untuk memeluk Islam selain mengajarkan ajaran2 Islam kepada mereka yang telah memeluknya. Sejak dari kaumnya (Quraisy), sampai ke pelosok2 daerah di luar jazirah Arab (Romawi dan Persia). Bahkan para sahabat Nabi SAW ada yang sampai melakukan perjalanan da'wah ke negeri-negeri yang jauh seperti Cina. Ini menunjukkan bukti bahwa da'wah kepada non-Muslim merupakan salah satu bagian integral da'wah di dalam Islam.

Dulu saya pernah dikunjungi oleh beberapa brothers dari Jama'ah Tabligh. Setelah mendengarkan tausiyah mereka, saya bertanya mengapa da'wah tablighi ini tidak dikembangkan kepada da'wah kepada non-Muslim dengan mengunjungi rumah2 mereka dan menyampaikan informasi yang benar mengenai Islam sehingga bisa meluruskan kesalahan persepsi yang dimiliki banyak orang. Salah seorang brother menjawab bahwa prioritas da'wah mereka ditujukan untuk Muslim dahulu, baru setelah orang2 Islam dibenahi aqidah dan akhlaq mereka, da'wah tsb akan diarahkan kepada non-Muslim.

Saya bertanya lagi mengapa prioritasnya demikian, bukankah kita semua tahu bahwa saat ini image Islam digambarkan buruk oleh banyak media begitu pula oleh mereka yang anti-Islam, serta ajaran2nya banyak tidak diketahui atau bahkan disalahpahami oleh orang2 awam. Bukankah da'wah kepada mereka ini sangat dibutuhkan bukan hanya untuk kepentingan umat Islam di Amerika maupun negara2 lainnya (karena dampak foreign policy negara ini) tetapi juga kepentingan umat2 agama lain di pelosok dunia (yang berinteraksi dengan umat Islam), sehingga layak mendapatkan prioritas? Tidak ada jawaban memuaskan yang saya dapat.

Alhamdulillah di Amerika kini ada organisasi2 yang begitu aktif melakukan da'wah secara continue dan konsisten (seperti CAIR, ISNA, ICNA, dll) tetapi usaha mereka ini perlu disupport oleh Muslim community di tingkat lokaliti (local masjids/Islamic-centers/organizations). Bagus bila setiap lokaliti memiliki satu organisasi da'wah atau sub-unitnya yang dikhususkan menangani masalah da'wah terhadap non-Muslim ini yang bisa mencakup hal2 seperti:
  • Menyediakan informasi mengenai Islam - misalnya rukun Islam, rukun Iman, dll.
  • Meluruskan salah paham (misconceptions) terhadap Islam - misalnya salah paham "Muslims worship their Prophet".
  • Menjawab tuduhan2 (accusations) terhadap Islam - misalnya tuduhan "Muhammad is an evil robber and a pedofile", "Islam teaches terrorism", etc.
Pengalaman saya di beberapa lokaliti, ketika ada kunjungan" dari tetangga non-Muslim, para pelajar atau mahasiswa ke masjid, biasanya kita tidak memiliki orang2 yang memang dikhususkan untuk menangani audience ini. Kadang2 pertanyaan2 yang dilontarkan dijawab berlainan oleh beberapa brothers atau sisters yang tidak memiliki pengetahuan yang ditanyakan. Atau malah menjawab dengan jawaban yang terkesan "apologetics" tapi tidak berbasiskan sejarah yang benar. Misalnya ketika ada yang bertanya mengapa Nabinya umat Islam menikah dengan 'Aisyah yang masih tergolong minor (dalam standard modern), ada yang menjawab bahwa cerita itu tidak ada dasarnya (padahal jelas2 disebutkan dalam hadits2 shahih Bukhari, dllnya). Pengetahuan2 dalam menjawab hal2 seperti ini perlu dikuasai oleh mereka yang memang dikhususkan atau spesialisasi menangani urusan da'wah ini.

Kita yang sehari2 berhadapan dengan orang2 non-Muslim di kampus, kantor, groceries store, mall, dlsb, tentunya ingin menyampaikan informasi mengenai agama kita kepada mereka, apalagi di saat di mana berita2 di media massa ramai membicarakan Islam dan Muslim. Tetapi tentunya kita tidak ingin terlihat "pushy" atau pun "preachy" karena selain attitude macam ini menimbulkan sikap tidak simpatik, tetapi juga tidak mengikuti etika da'wah yang diajarkan Islam untuk mengambil cara yang bijaksana/hikmah:

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Qur'an 16:125)

Tentunya metodologi "da'wah bil hikmah wa mauizhatil hasanah" ini perlu kita pelajari dan pahami. Kita perlu mengetahui cara2 apa saja dalam mengapproach audience yang akan kita da'wahkan. Da'wah di dalam Islam tidak menghalalkan segala cara termasuk menghalalkan penipuan, pengancaman, atau pemaksaan/pemerasaan, yang bisa kita jumpai dalam da'wah sebagian misionaris maupun kelompok extremis lainnya.

Kalau kita amati, bermacam2 tipe orang Amerika dari segi keyakinan hidupnya. Ada yang religious, ada yang atheist, ada yang agnostic, ada yang hedonist, dan lain sebagainya. Mereka yang tergolong religious, kebanyakan dari kalangan yang taat menjalankan agama Kristennya. Mereka benar-benar menjaga kepribadian dan kelakuannya berdasarkan ajaran kitab suci mereka. Di lingkungan kampus, organisasi kalangan ini aktif dalam mengadakan acara-acara studi mengenai Bible, ceramah-ceramah umum, memberikan bantuan dana dan tenaga kepada bencana-bencana alam dan kelaparan, dan lainnya. Kebanyakan dari mereka ramah dalam pergaulan, tapi tidak sedikit juga yang benar-benar fanatik dan dengan mudahnya mengutuk orang-orang yang berlainan keyakinan dengannya kata-kata "you will go to hell" atau "you will get eternal damnation."

Sebagian dari mereka dahulunya bergaya hidup serba hura-hura dan hedonist, dan akhirnya bertaubat dan menjadi "born again" (seorang yang lahir kembali dengan "holy spirit"/ruhul kudus sebagai pembimbing hidupnya). Tapi sayangnya mereka sangat ekstrim dan "taklid" buta dengan ajaran-ajaran Bible, sehingga tidak sedikit yang membuat interpretasi seenaknya terhadap ayat-ayat kitab sucinya. Tetapi di kalangan mereka juga bisa kita jumpai orang2 yang sincere dan baik hati terhadap mereka yang lain iman.

Sebagai contohnya saya ingin berbagi cerita tentang pengalaman semasa kuliah dahulu. Suatu hari selepas kuliah sewaktu melintasi taman rumput kampus, saya berhenti mengayuh karena melihat seorang pemuda, yang tengah berdiri di tengah-tengah taman, berkhutbah di sekitar mahasiswa-mahasiswi yang tengah tidur2an sembari membaca2 buku pelajaran. Saya tertarik mendengar khutbah yang dibawakannya. Setelah memarkir sepeda, saya duduk di bawah sebatang pohon rindang hendak mendengarkan khutbahnya sambil berpura2 membaca buku. "You have to serve God with all your heart! You shall not make for ourself an idol beside God! Have you replaced God with the things of this world? Have you lived for sex, drugs, or music? For wealth, power or pleasure? Is an education or career more important to you than serving God? If you care more about any one of these things than God you are committing idolatry!"

Terus terang saja, saya kaget mendengar khutbah sang pemuda saat itu. Kata2nya serupa dengan ajaran tauhid dalam Islam. Ada beberapa orang pelajar yang kemudian menimpali khutbah sang pemuda sambil mengolok-oloknya. "Hey, shut up, will you! There is no God! He does not exist! Ask your God, if He exists, to come here, to solve all the problems we have now! Ask Him to help the Bosnians, ask Him to stop the hunger of people in Africa, or elsewhere! Ask Him to stop killing people with AIDS virus!" Sang pemuda seperti terkena berondongan peluru oleh olok-olokan orang-orang di sekitarnya, kembali mencoba membuka-buka Bible yang dibawanya dan membaca beberapa ayat dari dalamnya. Beberapa saat kemudian ia "sujud" sebagaimana sujudnya orang-orang Islam dalam shalat. Saya kembali terkejut melihat tingkahnya yang termasuk "aneh" itu.

Sebenarnya saya merasa kesal dan kasihan mendengar tertawaan mereka terhadap pemuda itu. Tapi saya tidak berani berbuat apa-apa dan hanya diam di sana. Ketika tatapan saya berpas-pasan dengan tatapannya, mungkin karena melihat ada seseorang yang tertarik akan khutbahnya, tanpa saya duga ia datang menghampiri tempat saya duduk. Dengan ramah ia menyapa dan duduk di sebelah saya. Ia menanyakan nama saya. Setelah saya jawab, tampaknya ia kaget. Dia bertanya, "Are you Moslem?" Saya jawab, "Yes, I am a Muslim." Dia bertanya lagi "Do you worship Mohammed?" Saya terkejut mendengar pertanyaannya. Ia menyangka Muslim menyembah Nabi Muhammad SAW. Saya mencoba menjawab pertanyaannya. "No, we do not worship him. We worship Allah Almighty." Dia bertanya lagi "Allah? Is that the name for one of gods of Arabs?" Saya kembali terkejut. Dia menyangka nama "Allah" merupakan salah satu nama dewanya orang Arab. Setelah saya jawab bahwa Allah itu bukan nama dewa orang Arab karena orang Kristen dan Yahudi Arab pun menyebut "Allah" sebagai Tuhan mereka, ia pun mulai mengajak diskusi mengenai konsep dosa dalam Islam.

Ketika saya menjelaskan hal tsb kepada Veso, nama missionaris tsb, tiba2 ada beberapa orang temannya yang datang dan duduk bersama kami. Salah seorang dari mereka bertanya apakah saya tahu mengenai keajaiban Bible yang ia pegang saat itu. Saya bilang saya tidak tahu. Dia pun mulai menjelaskan bahwa semua peristiwa di dunia yang terjadi saat ini sudah diprediksi di dalam Bible, termasuk perang dunia, runtuhnya Russia, dlsb. Lalu saya tanya kalau begitu Nabi Muhammad, Nabinya umat Islam yang jumlahnya milyaran jiwa, yang mengajarkan penghormatan tinggi terhadap Jesus dan ibunya, tentu telah diprediksi di dalamnya. Sang pemuda terlihat "taken by surprise", dan mengatakan tidak ada: "Nowhere in the Bible you can find a verse about your Prophet!". Lalu saya jawab lho bukankah tadi dikatakan semua big event di dunia telah diprediksi di Bible? Salah seorang lainnya dari mereka berkata "Oh yes, your Prophet is mentioned in the Bible. He is the Anti-Christ!". Veso terdiam terlihat merasa tidak enak dengan tingkah laku teman2nya.

Saya berusaha menjawab dengan tenang (menahan emosi yang agak naik juga sebenarnya), "Anti-Christ? Our Prophet told us too about the coming of the Anti-Christ (Dajjal) near the end of days. This Anti-Christ will be killed by Jesus Christ when he returns in his second coming." Pemuda tadi terlihat surprise, mungkin baru tahu bahwa di dalam Islam dikenal adanya "Anti-Christ" dan "the second coming of Jesus". Saya lanjutkan bercerita bahwa ketika Nabi Isa datang dia akan mematahkan salib (simbol penyaliban, yang diartikan beliau akan mengingkari dirinya disalib) dan membunuh babi (ada yang mengartikan "babi" di sini merefer ke "Dajjal/Anti-Christ", ada pula yang mengartikan Jesus akan mengingkari pernah menghalalkan babi untuk dimakan). Wajah kelima orang pemuda-pemudi misionaris, termasuk si Veso, yang duduk mengelilingi saya terlihat begitu curious karena belum pernah mengetahui hal ini ada dalam Islam.

Tetapi tiba2 seorang pemuda dari mereka bangkit dan sambil berkata "I curse Islam in the name of Jesus!". Lalu ia pun pergi meninggalkan kami yang hanya bisa melongo melihat tingkahnya. "Don't worry about him." kata Veso berusaha menenangkan situasi. Lalu kami pun berjabat tangan dan berpisah dengan saling berterima kasih telah sharing informasi. Saya tidak berharap banyak dari perjumpaan itu tapi hati saya merasa bersyukur diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk memberikan informasi kepada mereka mengenai Islam.

Golongan agnostic dan atheist biasanya tidak menghiraukan masalah keagamaan. "I do not care, God exists or not, Hell and Paradise exist or not." Mereka sama sekali tidak tertarik dengan salah satu agama dunia. Bagi mereka, agama adalah candu yang mengekang pengikutnya dari kemajuan zaman. Mereka lebih tertarik dalam dunia ilmu pengetahuan yang nyata dapat dirasakan manfaatnya. Banyak dari mereka yang dinilai berhasil dalam studinya di universitas. Meskipun mereka mengklaim tidak beragama, banyak adri mereka yang masih menjaga etika norma dalam masyarakat.

Yang menjadi penghalang mereka dari agama biasanya banyaknya pertanyaan mereka yang tidak mendapat jawaban yang memuaskan dari konsep ketuhanan agama. Contohnya: "Why God creates us?", "Why God creates evil?", "Why God sends people to hell?" Tidak sedikit dari mereka yang lari dari agama orangtua mereka karena banyak dari ajaran2nya yang didapat tidak masuk akal mereka (atau tidak bisa diterima oleh feeling mereka). Ada juga yang lari karena sikap munafik dan tidak simpatik dari penganut2nya.

Golongan hedonist menganut keyakinan bahwa selama hidup di dunia ini, kita harus menikmati semaksimal mungkin kenikmatan-kenikmatan yang ada. Mereka biasanya berasal dari golongankaya dan berkecukupan. Mereka umumnya masih memegang keimanan/agama mereka, tetapi ada pula yang telah membuang imannya. Bagi yang beragama, agama bagi mereka hanya sebagai penghibur hati di kala sedih. Ketika kesenangan datang, agama mereka lempar jauh-jauh. Saya melihat sendiri semasa kuliah dulu banyaknya mahasiswa dan mahasiswi yang menolak menerima pembagian cuma-cuma Bible oleh penyebarnya di pelataran kampus, bahkan beberapa orang melemparnya ke tong sampah.

Dalam da'wah diperlukan keahlian dalam mengapproach audience da'wah, dalam hal memahami kadar akal/logika mereka, keahlian bahasa mereka, dan kedudukan/tradisi mereka. Allah SWT berfirman:

"Tidaklah kami mengutus seorang rasul kecuali dengan lisan kaumnya agar dia menerangkan kepada mereka." (Ibrahim: 4)

Sejauh yang saya amati ada beberapa level pengetahuan dan attitude dari orang2 non-Muslim yang menjadi audience da'wah:
  1. Orang2 yang jujur benar2 ingin mendapatkan informasi mengenai Islam. Orang2 pada level ini biasanya banyak tidak tahu tentang Islam, bahkan banyak ajaran2 dasarnya (rukun Islam, rukun Iman, kitab dan Nabinya, dll) tidak diketahui mereka.
  2. Orang2 yang jujur benar2 ingin mendapatkan penjelasan dari pertanyaan2 mengenai Islam yang membingungkan mereka yang bisa jadi didapat dari media. Biasanya orang2 pada level ini tahu secara garis besar ajaran dan dasar2 Islam saja.
  3. Orang2 yang merasa sudah tahu mengenai Islam dan ajaran2nya (meskipun sumber yang salah) dan yakin akan keburukan Islam serta senang melakukan perdebatan dengan orang2 Islam untuk meyakinkan mereka akan keburukan agama mereka.
  4. Orang2 yang merasa yakin bahwa mereka sudah tahu mengenai Islam dan seluruh ajarannya (meskipun dari sumber yang salah) dan yakin akan keburukan serta bahayanya sehingga melakukan segala cara untuk menyebarkan tuduhan2 negatif terhadap Islam di publik dan media massa.

Perbedaan sikap dari non-Muslim ini disinggung di dalam Al Qur'an dengan reference ke Ahli Kitab:

"Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh." (Qur'an 3:114-115)

"Dan sesungguhnya diantara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya." (Qur'an 3:199)

Bagaimana cara berdiskusi/beradu-argumentasi/berdebat dengan kelompok2 yang berbeda2 ini? Allah SWT mengisyaratkan dalam Qur'an:

"Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri". (Qur'an 29:46)

Dalam sirah Nabi bisa kita dapati insiden di mana Nabi SAW didatangi kunjungan sekitar 60 delegasi dari Najran yang beragama Nasrani yang kemudian terjadi perdebatan/adu argumentasi di antara mereka. Mereka diterima Nabi di masjid Nabawi. Ketika Nabi mengajak mereka masuk Islam, mereka berkilah "Kami sudah Islam". Nabi menjawab "Kalian belum Islam karena kalian menyembah salib, menghalalkan daging babi, dan mengangkat Nabi Isa sebagai anak Allah". Mereka menjawab "Kalau bukan Allah, siapa lagi ayahnya?" Terjadi tanya jawab antara Nabi dan para delegasi tentang sifat2 Nabi Isa yang berbeda dengan sifat2 Allah.

Meskipun Nabi secara logika telah menang dalam debat ini, tetapi para delegasi tetap bersikukuh akan keyakinan mereka, sampai Allah SWT menurunkan ayat mengenai mubahalah (doa bersama memohon Allah untuk menurunkan kutukan terhadap orang yang berbohong sehingga terlihat oleh kedua pihak siapa yang benar2 berbohong). Nabi SAW mengajak putri dan menantu beliau (Fatimah dan Ali bin Abi Thalib), serta cucu2 beliau (Hasan dan Husain) untuk diajak bermubahalah dengan delegasi Najran ini tapi kemudian para delegasi tidak berani karena takut kalau memang Muhammad itu benar2 Nabi, seluruh keluarga mereka akan terkena dampak kutukannya. Akhirnya mereka berdamai (dengan tetap memeluk agama mereka) dan berjanji setia kepada Nabi SAW as part of the community.

Kita tahu bahwa dalam berdiskusi semua pihak harus menyadari akan kemungkinan dicapainya suatu point dimana semua pihak harus "agree to disagree". Allah SWT mengisyaratkan dalam Al Qur'an agar dalam hal ini kita harus mengedepankan persamaan keyakinan (common ideas/beliefs), bukannya masalah perbedaan:

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Qur'an 3:64)

Ayat ini pun diquote Nabi SAW dalam surat beliau kepada kaisar Romawi, Heraclius.

Dr. Ahmad Sakr pernah bercerita bahwa ada satu Muslim community di suatu kota di Amerika yang ingin membeli sebuah gereja untuk dijadikan Islamic center dan school. Karena harganya yang tinggi mereka berusaha menawar harga tetapi tidak berhasil. Beberapa hari kemudian ada beberapa Christian Nuns yang datang ke masjid dan bertanya tentang Jesus in Islam. Ketika dijelaskan dan ditunjukkan ayat2 mengenai Nabi Isa dan ibunya di dalam Al Qur'an, para Nuns ini merasa terharu, dan berjanji akan membicarakan harga penjualan gereja dengan pihak gereja supaya bisa diturunkan harganya. Mereka berkata "kami merasa lebih lega bila bisa menjual gedung gereja itu kepada pihak Muslim yang masih menyembah Tuhan serta menghormati Jesus dan ibunya daripada kepada orang2 sekuler yang tidak menghormati Tuhan dan Jesus sama sekali." Akhirnya gedung gereja itu pun dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari harga yang ditawar oleh pihak Muslim. Ini contoh orang2 non-Muslim yang jujur seperti nomor 1 di atas.

Da'wah harus jelas fokus tujuannya (sharing information, correct misconceptions, etc), dan target audiencenya. Ada baiknya kalau tujuan yang ingin dicapai dibuat kecil scopenya supaya tidak terlalu besar agar bisa tercapai. Bagus lagi kalau ada planning jangka panjang dan jangka pendeknya. Seperti dalam jangka pendek yang ingin dicapai:
  • Membuat brosur atau pamflet berisikan jawaban terhadap pertanyaan2 yang biasa dilontarkan oleh non-Muslim.
  • Membuat basic kit buat brothers and sisters yang baru masuk Islam (new converts/reverts) - seperti cara2 ibadah, shalat, contact persons in community, etc.
  • Membuat pengajian buat new converts ini supaya mereka merasa di-welcome dalam Muslim community yang biasanya lebih dekat dengan orang2 dari negara2 asal mereka.
  • Membuat paket presentasi buat the schools and the libraries in the community.
  • Dlsb.

Terakhir yang amat penting dalam hal da'wah kepada non-Muslim adalah da'wah bil hal (da'wah dengan tingkah laku). Tingkah laku kita menjadi buku mengenai "Islam" atau "Muslim" yang dibaca oleh orang2 di sekitar kita. Perkataan yang tidak seragam dengan tingkah laku menimbulkan kesan munafik dan ini merupakan sikap yang tidak simpatik. Kita tentunya tidak ingin dicap munafik oleh manusia apalagi oleh Allah SWT. Na'udzubillah min dzalik. Sikap seperti ini jelas diperingatkan oleh Allah SWT dalam ayat:

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Qur'an 61:2-3)

Dalam sejarah Nabi SAW banyak kita lihat contoh2 suri teladan beliau dalam melakukan amalan2 yang beliau da'wahkan. Bahkan istri beliau berkata bahwa beliau adalah "Qur'an yang berjalan", maksudnya semua ajaran2 Qur'an beliau amalkan (tidak hanya mengajarkannya kepada orang lain tapi juga mempraktekkannya sendiri). Pernah suatu hari di saat Nabi SAW dan para sahabat beliau berada di masjid, masuk seorang Badui ke dalam masjid dan kencing di dalamnya. Beberapa sahabat ada yang berusaha mengusirnya, tetapi Nabi melarang dan berkata "Biarkan ia selesaikan hajatnya". Badui ini kagum akan tindakan Nabi yang bijaksana sehingga mengangkat tangannya dan berdoa "Ya Allah, berilah rahmat kepadaku dan kepada Muhammad, dan jangan yang lainnya". Nabi pun berkata padanya "Jangan kamu menyempitkan sesuatu yang sangat luas (rahmat Allah)".

Di zaman kekhalifan Ali (RA), Ali pernah kehilangan perisai beliau dan beliau mendapatinya dibawa oleh seorang Ahli Kitab (Yahudi). Khalifah Ali (RA) melaporkan kasus ini dan membawanya ke pengadilan. Di pengadilan, sang hakim bertanya apakah Khalifah memiliki bukti bahwa perisai itu milikinya. Ali (RA) menjawab ia tidak memiliki bukti apa2. Akhirnya pengadilan memenangkan si Ahli Kitab dalam kasus ini. Belum jauh ia berjalan keluar dari ruang pengadilan, ia berbalik berjalan menuju Ali (RA) dan berkata: "Sungguh, kejadian seperti ini tertulis dalam Hukum-hukum para Nabi di Taurat. Seorang Khalifah yang berkuasa kalah dalam pengadilan di kekhalifahannya yang dipimpin oleh hakim dalam kekhalifahannya pula. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad itu utusan Allah. Wahai Khalifah, perisai ini adalah milikmu. Aku mendapatinya di tengah padang dalam peperangan Shiffin." Ali (RA) yang merasa terharu akan pengakuan orang tadi menjawab "Ambillah, sekarang perisai itu menjadi milikmu." ...

Wallahu'alam.

No comments: